Sabtu, 17 November 2018
DIGITAL BANKING DAN FINTECH
Senin, 02 Februari 2009
Seluruh Guru Bantu Sumut akan Diangkat sebelum Pemilu
Mungkin ini kabar gembira bagi sobat-sobat yang berprofesi sebagai guru. Begitu juga, bagi adik-adik mahasiswa/calon mahasiswa yang kuliah di FKIP/Pendidikan. Profesi guru ke depan boleh dikatakan sangat menjanjikan dibanding profesi lainnya.
+++++++++++++++++
Seluruh guru bantu di Sumatera Utara tahun ini akan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dan mulai ditempatkan sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Penempatan guru bantu tersebut akan disesuaikan dengan permintaan pemerintah kabupaten/kota.
Menurut Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Utara (Sumut) Mahdi Ibrahim, saat ini jumlah guru bantu di Sumut mencapai 610 orang, dari total sekitar 12.000 guru bantu yang direkrut selama kurun waktu 2004-2005.
Sisa guru bantu yang belum diangkat menjadi PNS, menurut Mahdi, akan segera diangkat sebelum pelaksanaan pemilu.
"Mereka ini sebenarnya bagian dari 12.000 guru bantu yang direkrut di seluruh Sumut dalam kurun waktu tahun 2004-2005. Pengangkatan ini merupakan janji pemerintah yang pada tahun 2009 akan mengangkat semua guru bantu menjadi pegawai negeri sipil," kata Mahdi di Medan, tadi siang.
Tahun 2009 ini rencananya pemerintah pusat mengangkat total 13.000 guru bantu menjadi PNS di seluruh Indonesia.
Selama ini kata Mahdi, 610 guru bantu di Sumut digaji dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui dana alokasi umum (DAU) yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota. "Untuk itu, penempatan mereka setelah pengangkatan akan langsung diserahkan ke kabupaten/kota," katanya.
Mahdi mengaku belum tahu jumlah guru bantu yang selama ini digaji oleh pemerintah kabupaten/kota dengan dana APBD. "Kalau guru bantu yang digaji dengan APBN di Sumut akan diangkat seluruhnya pada tahun ini. Kami tidak tahu berapa banyak guru bantu yang digaji menggunakan dana APBD kabupaten/kota," katanya.
Ketua Forum Komunikasi Guru Bantu Sumut Adi Wijaya mengungkapkan, pengangkatan seluruh guru bantu yang digaji oleh APBN pada tahun ini merupakan janji pemerintah dua tahun lalu. Saat itu, menurut Adi, pemerintah pusat mengatakan akan memberikan kejelasan nasib terhadap guru bantu di seluruh Indonesia yang direkrut tahun 2004 dan 2005.
Menurut Adi, guru bantu yang telah memiliki masa kerja lebih dari satu tahun memiliki hak untuk diangkat menjadi PNS. Adi mendesak, setelah pengangkatan guru bantu menjadi PNS, pemerintah juga harus segera menyiapkan proses prajabatan agar mereka mendapatkan status kepegawaiannya secara pasti.
Hingga tahun lalu, ketidakjelasan kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah menyangkut kepegawaian guru bantu di Sumut telah mengakibatkan ribuan guru bantu sempat tak menerima honor selama beberapa bulan.
Guru bantu tak mendapatkan honor karena pemerintah daerah merasa mereka telah diangkat menjadi pegawai negeri sipil, padahal surat pengangkatannya keluar belakangan.
Sumber: Waspada Online
+++++++++++++++++++
Quote: Rayulah aku, dan aku mungkin tak mempercayaimu. Kritiklah aku, dan aku mungkin tak menyukaimu. Acuhkanlah aku, dan aku mungkin tak memaafkanmu. Semangatilah aku, dan mungkin takkan melupakanmu. (William Arthur)
Minggu, 30 November 2008
TENAGA PENDIDIKAN & WIRAUSAHA DI ABAD INFORMASI
Para rekan sekalian, terutama guru yg non PNS. Menambah penghasilan karena kebutuhan keluarga merupakan amal ibadah bagi kita semua. Nabi SAW sendiri dalam haditsnya mengungkapkan, bahwa berjuang untuk memenuhi kehidupan keluarga termasuk jihad di jalannya.
Abad Informasi (setelah masuk millennium III) mengubah beragam paradigma yang ada, tidak hanya metode dan teknologi pengajaran tetapi ikut di dalamnya gaya hidup, pola pikir bahkan sampai bidang ekonomi (khususnya kerja).
Sebelum perkembangan komputer dan internet, kita selalu berpikir pola kerja yang linear. Pola ini bercirikan: 1) kita butuh kerja tetap, 2) besar penghasilan setara dengan kerja keras, 3) kerja sebanding dengan waktu, 4) dibutuhkan modal besar untuk memulai usaha, 5) tempat/posisi/lokasi sangat mempengaruhi besar penghasilan.
Pola berpikir kerja yang linear ini tidak lagi bisa dianggap benar sepenuhnya setelah internet & telekomunikasi berkembang. Sebagian motivator wirausaha telah memberikan jawaban, meskipun kita masih membutuhkan pola lama, tetapi paradigma akan bergeser perlahan tapi pasti.
Berikut pergeseran itu:
- Tetap bekerja/berkarya lebih baik ketimbang pekerjaan tetap. Dalam arti kita membutuhkan pikiran, inovasi dan kreasi untuk menghadapi tantangan yang ada
- Kerja keras tidak setara dengan besar penghasilan. Kita butuh kerja cerdas. Contoh: seorang programmer komputer bisa menghasilkan gaji setahun PNS dengan kerja cerdasnya cuma 1 minggu. Bagi yang bukan programmer? Banyak jalan bisa ditempuh, Cth: pernahkah kita pikirkan, kenapa Kartu Perdana yg biasa cuma Rp. 15.000 bisa dijual 1,5 juta?
- Kerja tidak sebanding (linear) dengan waktu. Contoh: Pola lama menunjukkan, jika ngajar di 1 sekolah (20 jam) mendapatkan penghasilan 400rb, maka untuk 800rb mengajar menjadi 40 jam, di abad informasi tidak selalu berlaku lagi linearitas tsb.
- Untuk usaha tidak perlu modal yang besar. Modal utama yang paling penting adalah menguasai informasi dan me-manage-nya. Jika kita menguasai informasi, kita menguasai dunia, itulah prinsipnya di era informasi. Sebagian netter, blogger dan technopreneur mengandalkan kreativitas dan inovasi dalam me-manage informasi. Produk yang paling laku di abad informasi adalah informasi beserta turunannya.
- Usaha di abad informasi tidak butuh ruang dan lokasi khusus. Kita bisa membuat usaha di kamar kost, kamar tidur, rumah, bahkan garasi bila perlu (seperti pemilik www.google.com) di awalnya. Yang penting adalah jaringan dan keterhubungan kita dengan sumber informasi itu ada, always connect to the internet.
Jika pola baru ini telah dimiliki, satu yang penting adalah jaga kepercayaan. Jangan sesekali kecewakan customer anda. Sekali lancang ke Ujian, seumur hidup Orang tak percaya. Begitulah kata pepatah.
Insya Allah nanti dilanjut lagi.
Salam buat teman2 semua, maaf jika terganggu dengan postingan ini.
Quote to day: Berubahlah, atau tertinggal...
Minggu, 22 Juni 2008
PENINGKATAN PROFESIONALISME PENDIDIKAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
Tulisan ini dilatarbelakangi konteks pembangunan SDM dalam menjalankan pendidikan sesuai era globalisasi. Diyakini bahwa kualitas pendidikan yang rendah sebagai efek dari kesalahan dalam penyelenggaran pendidikan. Hal ini dapat disebabkan Visi dan misi yang tidak jelas untuk masa depan dan masih berkisar kuantitas tanpa kualitas. Ditambah lagi anggapan bahwa profesi pendidik masih dianggap bukan profesi menjadikan perhatian terhadap pendidikan semakin berkurang. Untuk itu tidak dapat dibantah perlunya profesionalisme pendidikan, khususnya pendidik yang profesional untuk perbaikan pendidikan. Makalah ini difokuskan pada upaya perbaikan pendidikan lewat peningkatan profesionaisme pendidikan, pentingnya profesionalisme pendidikan, realitas di lapangan serta hambatan untuk mencapainya.
Sesuai dengan permasalahan yang ingin dipecahkan, pembahasan makalah ini meliputi :
1. Pengertian Profesi, Kriteria dan Profesi Pendidik
Berdasarkan beberapa pendapat tentang profesi, dalam makalah ini disimpulkan bahwa :
Profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang diinginkan atau dicita-citakan secara khusus, bertumpu pada landasan intelektual yang dalam mencapainya memerlukan pendidikan dan latihan khusus, memerlukan tolak ukur, persyaratan khusus dan kode etik oleh suatu badan serta dapat diterapkan pada masyarakat untuk memecahkan suatu masalah.
Made Pidarta (1997 : 264) memberikan tinjauan terhadap 2 arti pendidik, yaitu Pendidik dalam arti luas adalah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak dan pendidik dalam arti sempit adalah orang-orang yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadi guru dan dosen. Kedua jenis ini dibedakan atas pendidikan dan waktu khusus untuk mencapai predikat pendidik.
Made Pidarta (1997 : 265) menyatakan bahwa tidak diakuinya keprofesionalan para guru dan dosen, didasarkan atas kenyataan yang dilihat masyarakat bahwa (1) banyak sekali guru maupun dosen yang tidak memberi keputusan kepada mereka, dan (2) menurut pendapat masyarakat, pekerjaan mendidik dapat dilakukan oleh siapa saja.
Syarat sebuah profesi diberikan oleh AECT (Association for Educational Communication and Technology) dan dinyatakan Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia I pada tahun 1988, keduanya memberikan beberapa syarat dalam mendefinisikan suatu profesi, secara garis besar harus ada : Latihan dan Sertifikasi, Standard dan Etika, Kepemimpinan, Asosiasi dan Komunikasi, Pengakuan Sebagai Profesi, Tanggung Jawab Profesi dan Hubungan dengan Profesi Lainnya.
Proses mendidik tidak dapat dicirikan hanya dengan adanya nasehat, dorongan berbuat baik, larangan dan penilaian terhadap perilaku anak. Mendidik merupakan pembuatan kesempatan dan situasi yang kondusif bagi perkembangan anak baik bakat, pribadi serta potensi-potensi lainnya. Berdasarkan pernyataan ini, mendidik haruslah dilakukan oleh orang-orang yang profesional.
Made Pidarta (1997 : 269-271) menyatakan bahwa diperlukan hal-hal berikut untuk memenuhi persyaratan profesi pendidik, yaitu : Pertama, perlunya diperkenalkan penjelasan pengertian pendidikan bagi calon pendidik memberikan kesempatan berpikir untuk memahami profesi mendidik tersebut. Kedua, perlu dikembangkan kepada calon pendidik kriteria keberhasilan mendidik, keberhasilan ini bukan atas prestasi akademik pendidik namun lebih dicerminkan oleh keberhasilan mendidik dengan kriteria-kriteria tertentu seperti Memiliki sikap suka belajar, tahu tentang cara belajar dan lainnya. Ketiga, memperkenalkan perilaku di lapangan yang dapat dipilih beberapa di antaranya yang sesuai dengan tujuan pendidikan setiap kali tatap muka.
2. Profesionalisme Pendidikan dan Kode Etik Guru
Profesionalisme muncul atas dasar perkembangan masyarakat modern yang semakin kompleks yang menyebabkan proses pengambilan keputusan bertambah sulit, memerlukan informasi yang lengkap, didasari atas penguasaan terhadap pengetahuan serta permasalahannya dan jaminan atas penyalahgunaan kekuasaan yang mungkin terjadi.
Rustiyah N. K. (1989 : 174) menyatakan bahwa ada 3 alasan profesionalisme di bidang pendidikan mendapat pengakuan, yaitu :
a) Lapangan kerja keguruan dan kependidikan bukan merupakan suatu lapangan kerja rutin yang dapat dilakukan karena pengulangan dan pembiasaan.
b) Lapangan kerja ini memerlukan dukungan ilmu atau teori yang akan memberi konsepsi teoritis ilmu kependidikan dengan cabang-cabangnya.
c) Lapangan kerja ini memerlukan waktu pendidikan dan latihan yang lama, berupa pendidikan dasar untuk taraf sarjana ditambah dengan pendidikan profesional.
Selanjutnya Rustiyah N. K. (1989 : 174) menyatakan bahwa pendidik profesional adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional, yang mampu dan setia mengembangkan profesinya, ikut serta dalam mengkomunikasikan usaha pengembangan profesi dan bekerja sama dengan profesi yang lain.
Dalam makalah ini disinggung juga masalah kode etik yang menyangkut kepentingan pendidikan, diantaranya mengaitkan hubungan : (1) guru dengan murid, (2) guru dengan pemerintah (3) guru dengan orang tua murid (4) guru dengan teman sejawat, (5) guru dengan diri sendiri dan (6) dengan lingkungannya serta (7) guru dengan profesinya.
4. Realita Profesionalisme Pendidikan di Indonesia
Dalam makalah ini disinggung kenyataan di lapangan tentang profesionalisme pendidikan di Indonesia yang belum tercapai sebagaimana diinginkan, misalnya para pendidik sendiri, birokrasi yang sulit, anggaran pendidikan dan gaji guru yang minim dan lainnya. Selain itu ketentuan hukum untuk masalah pendidikan juga masih dinilai belum jelas.
Sebagian besar kebijaksanaan pendidikan di Indonesia masih berupa penerapan pendekatan social demand (permintaan masyarakat) yang pada orde baru dapat dilihat dengan terpenuhinya kebutuhan jumlah SD di Indonesia dan program Wajar 6 tahun. Dalam rekrutmen tenaga pendidik juga masih terlihat belum optimalnya, misalnya persyaratan dan ujian yang diberikan. Selain itu latar belakang pendidikan para guru tidak semuanya memenuhi kriteria tenaga pendidik, misalnya memiliki Akta IV.
5. Hambatan Dalam Mewujudkan Profesionalisme Pendidikan
Dengan diberikannya otonomi dalam peningkatan mutu pendidikan, ada beberapa masalah yang dihadapi, misalnya : kesan KKN semakin jelas dan transparan. Pelatihan dan loka karya sering disalahartikan dan disalahgunakan sebagai ajang rekreasi dan menambah penghasilan bagi utusan. Fenomena ini merupakan hal yang lumrah di masa orde baru dan sampai sekarang masih sulit ditinggalkan. Belum lagi dana untuk anggaran pendidikan berupa peralatan laboratorium, perlengkapan sekolah, serta kesejahteraan guru yang tetap mengalami kebocoran di dalam perjalanannya. Dilihat dari individu pendidik, kemampuan sebagai pengembang instruksional sampai pada tahap evaluasi masih dapat dikatakan rendah. Yang tak kalah beratnya adalah sistem yang ada selalu bertentangan, sehingga penerapan kebijaksanaan baru dijadikan ajang KKN bagi sebagian orang.
6. Langkah Menuju Profesionalisme Pendidikan
Untuk menuju profesionalisme pendidikan H. A. R. Tilaar (1999 : 17), menyatakan bahwa ada 3 ciri utama yang dapat dicermati dalam pendidikan nasional sekarang ini, yaitu : (1) sistem yang kaku dan sentralistik, (2) praktek KKN serta koncoisme dan (3) sistem pendidikan yang tidak berorientasi pada pemberdayaan rakyat. Untuk itu perlu reformasi yang dibaginya menjadi tiga bagian, yaitu :
a) Reformasi Jangka Pendek, pada tahap ini upaya yang dilakukan adalah pengikisan praktek tercela KKN dan koncoisme di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Usaha tersebut bergandengan dengan usaha untuk menegakkan asas profesionalisme di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
b) Reformasi Jangka Menengah, salah satu prioritasnya adalah penataan sistem yang yang didasrkan pada prisnsip desentralisasi sehingga betul-betul memberdayakan masyarakat banyak yang mana isi kurikulum lebih menekankan kepada pemberdayaan rakyat di pedesaan dan rakyat kecil.
c) Reformasi Jangka Panjang, di sini perlu pemantapan sistem pendidikan nasional yang kokoh, terbuka, bermutu, sehingga dapat bersaing dengan bangsa-bangsa di kawasan regional maupun internasional.
Profesionalisme pendidikan dapat juga diwujudkan dengan mengaplikasikan berbagai konsep di bidang lain dalam pendidikan. Misalnya : pendekatan sistem, kebutuhan tenaga kerja, permintaan masyarakat dan pendekatan lainnya yang merupakan konsep-konsep di bidang ekonomi. Reformasi pemberdayaan guru dan tenaga kependidikan diarahkan pada kinerja sistem pendataan kebutuhan, pendidikan, rekrutmen, penempatan, dan pemerataan penyebarannya, serta pembinaan karir dan perbaikan sistem imbalan serta kesejahteraannya sebagai tenaga profesional, yang pengelolannya secara terdesentralisasi. Berkaitan dengan perbaikan moral, maka peranan pendidikan agama tidak dapat ditinggalkan.
Simpulan
Profesi pendidik merupakan suatu bidang yang memerlukan profesionalisme dalam menjalankannya. Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan diperlukan para pendidik yang profesional yang ditopang dengan pengelola kependidikan yang profesional pula dan perlu kebersamaan dalam menjalankannya. Hambatan dalam mewujudkan profesionalisme ini berupa masih berjalannya sistem orde baru yang tidak kondusif, penuh KKN dan moral yang rendah dari sebagian tenaga pendidik. Pencapaian profesionalisme pendidikan memerlukan tahapan-tahapan, perlu aplikasi bidang lain yang bersesuaian untuk kemajuan pendidikan dan pembinaan moral yang melibatkan pendidikan agama.
Lama Tidur Dalam Gua? Verifikasi Wariq
Berikut ini Dialog dengan Meta AI di awal pagi ceria, Jum'at Barokah. QS. Al Kahfi ayat 19, merupakan sumber inspirasi. Pagi ini kita ak...
-
Dalam tulisan ini dijelaskan bagaimana Orang Yahudi Israel dalam meningkatkan SDMnya, mungkin bisa menjadi motivasi. Namun yang menarik, sem...
-
Bagian luar Tata Surya masih memiliki banyak planet-planet minor yang belum ditemukan. Sejak pencarian Planet X dimulai pada awal abad ke 2...
-
KONSTRUKSI AKAD ISTISHNA ’ DALAM PEMBIYAAN BANK SYARIAH Oleh: Pandapotan Harahap download makalah A. Pendahuluan Sistem...