Tampilkan postingan dengan label profesi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label profesi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 06 November 2009

Email Profesi ...

Salam wrwb



Mungkin email yahoo, gmail dan sejenis sudah sering kita jumpai. Nah, kali ini kita bisa buat email sesuai profesi atau hobby kita, mau? Seperti pandha@teacher.com dan sejenis lainnya.

Meskipun membuat email bukanlah suatu yang sulit, namun beberapa guru yang baru mengenal internet mungkin akan kesulitan. Untuk itu saya muat petunjuknya sebanyak 3 lembar, silakan download dari Ziddu.


Semoga bermanfaat...

Senin, 02 Februari 2009

Seluruh Guru Bantu Sumut akan Diangkat sebelum Pemilu

Mungkin ini kabar gembira bagi sobat-sobat yang berprofesi sebagai guru. Begitu juga, bagi adik-adik mahasiswa/calon mahasiswa yang kuliah di FKIP/Pendidikan. Profesi guru ke depan boleh dikatakan sangat menjanjikan dibanding profesi lainnya.


+++++++++++++++++


Seluruh guru bantu di Sumatera Utara tahun ini akan diangkat menjadi pegawai negeri sipil dan mulai ditempatkan sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Penempatan guru bantu tersebut akan disesuaikan dengan permintaan pemerintah kabupaten/kota.


Menurut Kepala Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Sumatera Utara (Sumut) Mahdi Ibrahim, saat ini jumlah guru bantu di Sumut mencapai 610 orang, dari total sekitar 12.000 guru bantu yang direkrut selama kurun waktu 2004-2005.


Sisa guru bantu yang belum diangkat menjadi PNS, menurut Mahdi, akan segera diangkat sebelum pelaksanaan pemilu.


"Mereka ini sebenarnya bagian dari 12.000 guru bantu yang direkrut di seluruh Sumut dalam kurun waktu tahun 2004-2005. Pengangkatan ini merupakan janji pemerintah yang pada tahun 2009 akan mengangkat semua guru bantu menjadi pegawai negeri sipil," kata Mahdi di Medan, tadi siang.


Tahun 2009 ini rencananya pemerintah pusat mengangkat total 13.000 guru bantu menjadi PNS di seluruh Indonesia.


Selama ini kata Mahdi, 610 guru bantu di Sumut digaji dengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui dana alokasi umum (DAU) yang diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota. "Untuk itu, penempatan mereka setelah pengangkatan akan langsung diserahkan ke kabupaten/kota," katanya.


Mahdi mengaku belum tahu jumlah guru bantu yang selama ini digaji oleh pemerintah kabupaten/kota dengan dana APBD. "Kalau guru bantu yang digaji dengan APBN di Sumut akan diangkat seluruhnya pada tahun ini. Kami tidak tahu berapa banyak guru bantu yang digaji menggunakan dana APBD kabupaten/kota," katanya.


Ketua Forum Komunikasi Guru Bantu Sumut Adi Wijaya mengungkapkan, pengangkatan seluruh guru bantu yang digaji oleh APBN pada tahun ini merupakan janji pemerintah dua tahun lalu. Saat itu, menurut Adi, pemerintah pusat mengatakan akan memberikan kejelasan nasib terhadap guru bantu di seluruh Indonesia yang direkrut tahun 2004 dan 2005.


Menurut Adi, guru bantu yang telah memiliki masa kerja lebih dari satu tahun memiliki hak untuk diangkat menjadi PNS. Adi mendesak, setelah pengangkatan guru bantu menjadi PNS, pemerintah juga harus segera menyiapkan proses prajabatan agar mereka mendapatkan status kepegawaiannya secara pasti.


Hingga tahun lalu, ketidakjelasan kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah menyangkut kepegawaian guru bantu di Sumut telah mengakibatkan ribuan guru bantu sempat tak menerima honor selama beberapa bulan.


Guru bantu tak mendapatkan honor karena pemerintah daerah merasa mereka telah diangkat menjadi pegawai negeri sipil, padahal surat pengangkatannya keluar belakangan.


Sumber: Waspada Online


+++++++++++++++++++


Quote: Rayulah aku, dan aku mungkin tak mempercayaimu. Kritiklah aku, dan aku mungkin tak menyukaimu. Acuhkanlah aku, dan aku mungkin tak memaafkanmu. Semangatilah aku, dan mungkin takkan melupakanmu. (William Arthur)




Minggu, 30 November 2008

Guru: Ada yang Hebat, ada yang Bejat & ada yang Melarat

Pada 25 November (kemarin) kita kembali memperingati hari guru, biasanya pada hari tersebut, di sekolah-sekolah diadakan acara peringatannya secara sederhana yang sering dijadikan sebagai hari ungkapan terima kasih anak didik kepada gurunya. Salah satu bentuk kegiatan hari guru antara lain adalah acara penyerahan bunga oleh anak didik kepada gurunya.

Selain itu, tidak banyak lagi acara lain dalam mengenang dan memperingati hari guru, kalaupun ada, tidak lebih dari seminar atau workshop, atau kegiatan sejenis yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi atau lembaga yang mempunyai kaitan dengan guru. Jarang sekali kebijakan atau keputusan pemerintah yang keluar dalam rangka hari guru yang bisa menjadi kado yang berharga bagi profesi guru. Rasanya belum ada terobosan hebat yang secara nyata bisa menjadikan guru sebagai profesi yang menggairahkan sehingga bisa menjadi pilihan.

Justru yang muncul adalah yang sebaliknya yaitu pernyataan yang selalu menyudutkan guru. Pernyataan yang muncul sering tidak lepas dari guru yang tidak profesional, guru yang tidak berkualitas, dan guru yang tidak kompeten, serta berbagai tudingan lainnya tanpa memberi solusi bagaimana agar guru bisa profesional, berkualitas, dan kompeten.

Memang sesudah munculnya kebijakan sertifikasi guru yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas guru agar mereka dapat menjalankan tugasnya lebih profesional. Sertifikasi tersebut memunculkan secercah harapan akan meningkatnya gengsi sebagai guru yang sekaligus meningkatnya kesejahteraan guru, serta munculnya figur-figur guru yang profesional dan berkualitas. Namun, harapan tersebut baru sekadar harapan, masih banyak guru yang tetap melarat, hidup dengan gaji seratusan ribu rupiah sebulan, hidup dengan gaji yang sering terlambat bahkan ada yang sampai berbulan-bulan gajinya tertunda. Kisah guru yang tidak digaji selama dua tahun, dan terus mengajar dengan segala minimnya fasilitas adalah fakta yang masih memperlihatkan pahit getirnya nasib guru, terutama guru honor yang bertugas di pedalaman dan mengajar di sekolah kecil.

Guru sering kali dituding sebagai tidak profesional dan tidak bermutu, tetapi sering kali orang tidak pernah berpikir bagaimana mereka akan bisa profesional dan meningkat kualitasnya jika minimnya fasilitas pembelajaran yang tersedia relatif terbatas, beban tugas yang berat, ditambah lagi dengan beban untuk mencukupi kebutuhan keluarga yang jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan gaji yang mereka terima, terutama bagi mereka yang masih berstatus guru honorer.  Salah satu yang memberatkan tugas mereka adalah sering seorang guru harus mengajar lebih dari satu mata pelajaran yang tidak jarang bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, sehingga proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal. Namun, beban mereka yang lebih berat adalah ketidakmandiriannya sebagai guru sehingga sering diintervensi oleh berbagai kepentingan, termasuk intervensi dalam melakukan evaluasi keberhasilan siswa, menentukan kelulusan siswa, intervensi politik, serta intervensi kepentingan individu, golongan, atau kelompok tertentu. Berbagai intervensi ini membuat terganggu penyelenggaraan pembelajaran baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Apa yang dikeluhkan oleh Komunitas Air Mata Guru berupa intimidasi adalah contoh dari kentalnya intervensi sekaligus keprihatinan masih jauhnya dunia pendidikan kita dari kebenaran, kejujuran, dan keadilan.  Korupsi, kesewenang-wenangan, dan pelecehan martabat manusia masih sering dimenangkan terhadap keadilan, kejujuran, dan kebenaran.

Dalam kondisi yang tidak mendukung, kelebihan beban, dan kehidupan yang jauh dari lumayan, tentunya akan sangat sulit bagi para guru untuk meningkatkan kualitasnya dan menjadi guru yang profesional. Oleh karena itu, tidak jarang jika mereka ada yang tergoda untuk merendahkan profesi mulia yang disandangnya dengan mengomersialkannya, menjual nilai, menjual kelulusan, serta menjual harga diri. Jadi jika ada guru yang tetap setia kepada profesinya, masih mampu berprestasi dan menghasilkan siswasiswa berprestasi dengan gaji yang minim dan sering terlambat, serta sering berada dalam tekanan atasannya, birokrasi, dan politisi, tentulah guru demikian dapat dikategorikan sebagai guru perkasa yang patut diberi tanda jasa walau dikatakan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru seperti ini tentulah masih ada walaupun jumlahnya tidak seberapa. Segelintir di antaranya ada di pelosok desa, sebagiannya lagi terselip di tengah hingar bingar kota.

Persoalan yang paling memprihatinkan dari sebagian oknum guru kita adalah persoalan moral dan susila. yang beberapa tahun belakangan ini sering diberitakan, sehingga semakin mencoreng profesi guru. Beberapa di antaranya yang muncul di media massa antara lain adalah berita guru SD di Tapanuli Tengah melakukan oral seks disaksikan murid-murid lainnya. Sebelumnya kita juga membaca seorang guru SMA di Kota Binjai, malah memperkosa siswanya setelah sebelumnya dikabarkan juga seorang guru mengaji di Desa Sijenggung, Banjarnegara, Jawa Tengah, ditangkap karena memperkosa 11 anak didiknya. Berita lainnya yang juga pernah menghiasi media massa adalah ulah seorang oknum guru bantu di SDN Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar, Banyuwangi. Guru yang merangkap sebagai pembina pramuka ini diciduk oleh anggota Polsek Muncar karena diduga mencabuli siswanya sendiri. Kasus perkosaan juga dilakukan oknum guru olahraga kepada siswanya di salah satu SD di Jalan Cempaka, Pekanbaru. Oknum guru tersebut pernah juga memperlihatkan foto-foto porno kepada muridnya saat mengajar.

Peristiwa memalukan lainnya adalah apa yang dilakukan oleh oknum guru di Banyuwangi yang melakukan perbuatan tidak senonoh dengan siswinya dan beredar secara sembunyi-sembunyi dalam bentuk rekaman video. Kejadian ini sama memalukannya dengan peristiwa di Makassar di mana aparat kepolisian membekuk seorang guru salah satu SMA swasta di Makassar yang tertangkap sedang mencabuli siswanya pada salah satu kamar wisma.

Daftar panjang perbuatan cabul guru semakin panjang dengan penangkapan yang dilakukan Satuan Reserse dan Kriminal Polres Metro Tangerang terhadap oknum guru pembimbing di salah satu SMK di Cimone, Kota Tangerang yang diduga melakukan perbuatan cabul terhadap seorang siswanya. Berita lainnya adalah ulah guru sekolah dasar di Lampung Timur yang menggerayangi lima siswinya saat pelajaran olah raga. Peristiwa pencabulan guru terhadap murid ini ternyata menyebar di berbagai wilayah di tanah air. Selain cerita di atas, terjadi juga di Cirebon dilakukan guru SD terhadap siswanya, di Tasikmalaya yang merupakan kasus asusila sesama jenis diduga dilakukan oknum guru terhadap belasan siswa SMA, di Serang oleh guru sanggar tari, di Bantul oleh seorang oknum kepala sekolah SMA, di Sidoarjo oleh guru honorer SDN terhadap murid lakilakinya. Selain itu, kasus serupa juga pernah terjadi di Lingga, Surabaya, Jakarta Selatan.

Apa yang mereka lakukan pastilah membuat dunia pendidikan tercemar, guru yang seharusnya menjadi panutan justru tega mencabuli, memperkosa, serta melakukan perbuatan maksiat dengan siswa yang seharusnya dilindunginya. Sungguh tidak dapat dibayangkan kualitas proses pembelajaran bagaimana yang dihasilkan dan tidak terbayangkan bagaimana mutu produk pendidikan kita dengan mutu guru demikian.

Ternyata, sungguh beragam tipe guru yang menjadi pendidik anak bangsa ini ada guru perkasa, ada yang suka memperkosa, ada pula yang selalu berlinang airmata. Ada pula guru yang hebat, guru yang galak, guru yang baik, guru yang lemah, guru yang suka disuap, guru yang berdedikasi terhadap pekerjaaannya, guru yang berjuang untuk hidupnya, guru yang tidak suka menjalankan profesinya, guru yang tidak bisa mengajar, guru yang bisanya hanya menghajar, ada lagi guru yang mudah tersinggung, guru matre, guru yang percaya pada murid-muridnya, guru yang disenangi muridnya, guru genit dan berbagai macam jenis guru lainnya.

Agar lebih tahu ragamnya guru, anda perlu tahu juga bahwa ada guru yang sifatnya tak perlu ditiru, memanfaatkan statusnya sebagai guru, merayu murid melampiaskan nafsu. Tentunya banyak guru yang tidak bermutu, mereka pasti enggan menambah ilmu, yang dipikirkannya adalah bagaimana menambah uang saku. Akan tetapi jangan membayangkan semua guru hidup makmur, untuk membeli buku mereka harus lembur, soalnya jika pulang ke rumah tak punya uang untuk dapur, bisa-bisa mereka akan kena gempur. Banyak juga guru yang harus bekerja luar biasa, mereka dari pagi hingga malam harus bekerja, untuk menambah gaji yang tak seberapa, ada yang mengajar di mana-mana, ada yang sambil menarik beca, ada pula yang menjadi agen dunia. Memang gaji guru tak seberapa besarnya, tapi itu pun masih sering disunat entah untuk apa, makanya namanya pun pahlawan tanpa tanda jasa.

Namun demikian bukan menjadi alasan untuk bisa berbuat semena-mena. Oleh karena itu, untuk guru yang jauh dari etika, moral, dan agama, serta tidak kompeten dalam bekerja, mungkin sebaiknya melepaskan saja profesinya sebagai pendidik generasi muda, karena jika dibiarkan berlama-lama akan membuat bangsa lebih binasa. Pahlawan tanpa tanda jasa pun tak pantas disematkan kepada mereka, karena mereka bukanlah pahlawan dan tak punya jasa. Namun untuk guru yang berhati mulia, yang menjalankan tugasnya dengan sepenuh cinta, yang tidak pernah menuntut balasan dari anak didiknya, yang mencintai profesinya, rasanya pantaslah setidaknya kita berucap terima kasih pada mereka.

Mungkin ucapan kita yang tulus, bisa membuat mereka lebih bersemangat dalam menjalani profesinya dan bisa mengingatkan mereka bahwa betapa mulianya pekerjaan mereka, betapa profesi mereka adalah sesuatu yang nyata yang dapat memperbaiki keterbelakangan negara kita. Semoga hidup yang lebih baik segera menghampiri mereka. Pahlawan Tanpa Tanda Jasa rasanya terlalu kecil sebagai julukannya, karena sungguh besar jasa yang telah diberikannya.


Sumber: Zulkarnain Lubis / WASPADA ONLINE


Penulis adalah Kepala SMA Negeri Plus Mandailing Natal, Mantan Rektor UMA dan Dosen Pasca Sarjana UMA/USU/UNIMED

Guru: Ada yang Hebat, ada yang Bejat & ada yang Melarat

Pada 25 November (kemarin) kita kembali memperingati hari guru, biasanya pada hari tersebut, di sekolah-sekolah diadakan acara peringatannya secara sederhana yang sering dijadikan sebagai hari ungkapan terima kasih anak didik kepada gurunya. Salah satu bentuk kegiatan hari guru antara lain adalah acara penyerahan bunga oleh anak didik kepada gurunya.

Selain itu, tidak banyak lagi acara lain dalam mengenang dan memperingati hari guru, kalaupun ada, tidak lebih dari seminar atau workshop, atau kegiatan sejenis yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi atau lembaga yang mempunyai kaitan dengan guru. Jarang sekali kebijakan atau keputusan pemerintah yang keluar dalam rangka hari guru yang bisa menjadi kado yang berharga bagi profesi guru. Rasanya belum ada terobosan hebat yang secara nyata bisa menjadikan guru sebagai profesi yang menggairahkan sehingga bisa menjadi pilihan.

Justru yang muncul adalah yang sebaliknya yaitu pernyataan yang selalu menyudutkan guru. Pernyataan yang muncul sering tidak lepas dari guru yang tidak profesional, guru yang tidak berkualitas, dan guru yang tidak kompeten, serta berbagai tudingan lainnya tanpa memberi solusi bagaimana agar guru bisa profesional, berkualitas, dan kompeten.

Memang sesudah munculnya kebijakan sertifikasi guru yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas guru agar mereka dapat menjalankan tugasnya lebih profesional. Sertifikasi tersebut memunculkan secercah harapan akan meningkatnya gengsi sebagai guru yang sekaligus meningkatnya kesejahteraan guru, serta munculnya figur-figur guru yang profesional dan berkualitas. Namun, harapan tersebut baru sekadar harapan, masih banyak guru yang tetap melarat, hidup dengan gaji seratusan ribu rupiah sebulan, hidup dengan gaji yang sering terlambat bahkan ada yang sampai berbulan-bulan gajinya tertunda. Kisah guru yang tidak digaji selama dua tahun, dan terus mengajar dengan segala minimnya fasilitas adalah fakta yang masih memperlihatkan pahit getirnya nasib guru, terutama guru honor yang bertugas di pedalaman dan mengajar di sekolah kecil.

Guru sering kali dituding sebagai tidak profesional dan tidak bermutu, tetapi sering kali orang tidak pernah berpikir bagaimana mereka akan bisa profesional dan meningkat kualitasnya jika minimnya fasilitas pembelajaran yang tersedia relatif terbatas, beban tugas yang berat, ditambah lagi dengan beban untuk mencukupi kebutuhan keluarga yang jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan dengan gaji yang mereka terima, terutama bagi mereka yang masih berstatus guru honorer.  Salah satu yang memberatkan tugas mereka adalah sering seorang guru harus mengajar lebih dari satu mata pelajaran yang tidak jarang bukan merupakan inti dari pengetahuan yang dimilikinya, sehingga proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal. Namun, beban mereka yang lebih berat adalah ketidakmandiriannya sebagai guru sehingga sering diintervensi oleh berbagai kepentingan, termasuk intervensi dalam melakukan evaluasi keberhasilan siswa, menentukan kelulusan siswa, intervensi politik, serta intervensi kepentingan individu, golongan, atau kelompok tertentu. Berbagai intervensi ini membuat terganggu penyelenggaraan pembelajaran baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Apa yang dikeluhkan oleh Komunitas Air Mata Guru berupa intimidasi adalah contoh dari kentalnya intervensi sekaligus keprihatinan masih jauhnya dunia pendidikan kita dari kebenaran, kejujuran, dan keadilan.  Korupsi, kesewenang-wenangan, dan pelecehan martabat manusia masih sering dimenangkan terhadap keadilan, kejujuran, dan kebenaran.

Dalam kondisi yang tidak mendukung, kelebihan beban, dan kehidupan yang jauh dari lumayan, tentunya akan sangat sulit bagi para guru untuk meningkatkan kualitasnya dan menjadi guru yang profesional. Oleh karena itu, tidak jarang jika mereka ada yang tergoda untuk merendahkan profesi mulia yang disandangnya dengan mengomersialkannya, menjual nilai, menjual kelulusan, serta menjual harga diri. Jadi jika ada guru yang tetap setia kepada profesinya, masih mampu berprestasi dan menghasilkan siswasiswa berprestasi dengan gaji yang minim dan sering terlambat, serta sering berada dalam tekanan atasannya, birokrasi, dan politisi, tentulah guru demikian dapat dikategorikan sebagai guru perkasa yang patut diberi tanda jasa walau dikatakan guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru seperti ini tentulah masih ada walaupun jumlahnya tidak seberapa. Segelintir di antaranya ada di pelosok desa, sebagiannya lagi terselip di tengah hingar bingar kota.

Persoalan yang paling memprihatinkan dari sebagian oknum guru kita adalah persoalan moral dan susila. yang beberapa tahun belakangan ini sering diberitakan, sehingga semakin mencoreng profesi guru. Beberapa di antaranya yang muncul di media massa antara lain adalah berita guru SD di Tapanuli Tengah melakukan oral seks disaksikan murid-murid lainnya. Sebelumnya kita juga membaca seorang guru SMA di Kota Binjai, malah memperkosa siswanya setelah sebelumnya dikabarkan juga seorang guru mengaji di Desa Sijenggung, Banjarnegara, Jawa Tengah, ditangkap karena memperkosa 11 anak didiknya. Berita lainnya yang juga pernah menghiasi media massa adalah ulah seorang oknum guru bantu di SDN Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar, Banyuwangi. Guru yang merangkap sebagai pembina pramuka ini diciduk oleh anggota Polsek Muncar karena diduga mencabuli siswanya sendiri. Kasus perkosaan juga dilakukan oknum guru olahraga kepada siswanya di salah satu SD di Jalan Cempaka, Pekanbaru. Oknum guru tersebut pernah juga memperlihatkan foto-foto porno kepada muridnya saat mengajar.

Peristiwa memalukan lainnya adalah apa yang dilakukan oleh oknum guru di Banyuwangi yang melakukan perbuatan tidak senonoh dengan siswinya dan beredar secara sembunyi-sembunyi dalam bentuk rekaman video. Kejadian ini sama memalukannya dengan peristiwa di Makassar di mana aparat kepolisian membekuk seorang guru salah satu SMA swasta di Makassar yang tertangkap sedang mencabuli siswanya pada salah satu kamar wisma.

Daftar panjang perbuatan cabul guru semakin panjang dengan penangkapan yang dilakukan Satuan Reserse dan Kriminal Polres Metro Tangerang terhadap oknum guru pembimbing di salah satu SMK di Cimone, Kota Tangerang yang diduga melakukan perbuatan cabul terhadap seorang siswanya. Berita lainnya adalah ulah guru sekolah dasar di Lampung Timur yang menggerayangi lima siswinya saat pelajaran olah raga. Peristiwa pencabulan guru terhadap murid ini ternyata menyebar di berbagai wilayah di tanah air. Selain cerita di atas, terjadi juga di Cirebon dilakukan guru SD terhadap siswanya, di Tasikmalaya yang merupakan kasus asusila sesama jenis diduga dilakukan oknum guru terhadap belasan siswa SMA, di Serang oleh guru sanggar tari, di Bantul oleh seorang oknum kepala sekolah SMA, di Sidoarjo oleh guru honorer SDN terhadap murid lakilakinya. Selain itu, kasus serupa juga pernah terjadi di Lingga, Surabaya, Jakarta Selatan.

Apa yang mereka lakukan pastilah membuat dunia pendidikan tercemar, guru yang seharusnya menjadi panutan justru tega mencabuli, memperkosa, serta melakukan perbuatan maksiat dengan siswa yang seharusnya dilindunginya. Sungguh tidak dapat dibayangkan kualitas proses pembelajaran bagaimana yang dihasilkan dan tidak terbayangkan bagaimana mutu produk pendidikan kita dengan mutu guru demikian.

Ternyata, sungguh beragam tipe guru yang menjadi pendidik anak bangsa ini ada guru perkasa, ada yang suka memperkosa, ada pula yang selalu berlinang airmata. Ada pula guru yang hebat, guru yang galak, guru yang baik, guru yang lemah, guru yang suka disuap, guru yang berdedikasi terhadap pekerjaaannya, guru yang berjuang untuk hidupnya, guru yang tidak suka menjalankan profesinya, guru yang tidak bisa mengajar, guru yang bisanya hanya menghajar, ada lagi guru yang mudah tersinggung, guru matre, guru yang percaya pada murid-muridnya, guru yang disenangi muridnya, guru genit dan berbagai macam jenis guru lainnya.

Agar lebih tahu ragamnya guru, anda perlu tahu juga bahwa ada guru yang sifatnya tak perlu ditiru, memanfaatkan statusnya sebagai guru, merayu murid melampiaskan nafsu. Tentunya banyak guru yang tidak bermutu, mereka pasti enggan menambah ilmu, yang dipikirkannya adalah bagaimana menambah uang saku. Akan tetapi jangan membayangkan semua guru hidup makmur, untuk membeli buku mereka harus lembur, soalnya jika pulang ke rumah tak punya uang untuk dapur, bisa-bisa mereka akan kena gempur. Banyak juga guru yang harus bekerja luar biasa, mereka dari pagi hingga malam harus bekerja, untuk menambah gaji yang tak seberapa, ada yang mengajar di mana-mana, ada yang sambil menarik beca, ada pula yang menjadi agen dunia. Memang gaji guru tak seberapa besarnya, tapi itu pun masih sering disunat entah untuk apa, makanya namanya pun pahlawan tanpa tanda jasa.

Namun demikian bukan menjadi alasan untuk bisa berbuat semena-mena. Oleh karena itu, untuk guru yang jauh dari etika, moral, dan agama, serta tidak kompeten dalam bekerja, mungkin sebaiknya melepaskan saja profesinya sebagai pendidik generasi muda, karena jika dibiarkan berlama-lama akan membuat bangsa lebih binasa. Pahlawan tanpa tanda jasa pun tak pantas disematkan kepada mereka, karena mereka bukanlah pahlawan dan tak punya jasa. Namun untuk guru yang berhati mulia, yang menjalankan tugasnya dengan sepenuh cinta, yang tidak pernah menuntut balasan dari anak didiknya, yang mencintai profesinya, rasanya pantaslah setidaknya kita berucap terima kasih pada mereka.

Mungkin ucapan kita yang tulus, bisa membuat mereka lebih bersemangat dalam menjalani profesinya dan bisa mengingatkan mereka bahwa betapa mulianya pekerjaan mereka, betapa profesi mereka adalah sesuatu yang nyata yang dapat memperbaiki keterbelakangan negara kita. Semoga hidup yang lebih baik segera menghampiri mereka. Pahlawan Tanpa Tanda Jasa rasanya terlalu kecil sebagai julukannya, karena sungguh besar jasa yang telah diberikannya.


Sumber: Zulkarnain Lubis / WASPADA ONLINE


Penulis adalah Kepala SMA Negeri Plus Mandailing Natal, Mantan Rektor UMA dan Dosen Pasca Sarjana UMA/USU/UNIMED

Minggu, 22 Juni 2008

PENINGKATAN PROFESIONALISME PENDIDIKAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

Tulisan ini dilatarbelakangi konteks pembangunan SDM dalam menjalankan pendidikan sesuai era globalisasi. Diyakini bahwa kualitas pendidikan yang rendah sebagai efek dari kesalahan dalam penyelenggaran pendidikan. Hal ini dapat disebabkan Visi dan misi yang tidak jelas untuk masa depan dan masih berkisar kuantitas tanpa kualitas. Ditambah lagi anggapan bahwa profesi pendidik masih dianggap bukan profesi menjadikan perhatian terhadap pendidikan semakin berkurang. Untuk itu tidak dapat dibantah perlunya profesionalisme pendidikan, khususnya pendidik yang profesional untuk perbaikan pendidikan. Makalah ini difokuskan pada upaya perbaikan pendidikan lewat peningkatan profesionaisme pendidikan, pentingnya profesionalisme pendidikan, realitas di lapangan serta hambatan untuk mencapainya.


Sesuai dengan permasalahan yang ingin dipecahkan, pembahasan makalah ini meliputi :


1. Pengertian Profesi, Kriteria dan Profesi Pendidik


Berdasarkan beberapa pendapat tentang profesi, dalam makalah ini disimpulkan bahwa :


Profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang diinginkan atau dicita-citakan secara khusus, bertumpu pada landasan intelektual yang dalam mencapainya memerlukan pendidikan dan latihan khusus, memerlukan tolak ukur, persyaratan khusus dan kode etik oleh suatu badan serta dapat diterapkan pada masyarakat untuk memecahkan suatu masalah.


Made Pidarta (1997 : 264) memberikan tinjauan terhadap 2 arti pendidik, yaitu Pendidik dalam arti luas adalah semua orang yang berkewajiban membina anak-anak dan pendidik dalam arti sempit adalah orang-orang yang disiapkan dengan sengaja untuk menjadi guru dan dosen. Kedua jenis ini dibedakan atas pendidikan dan waktu khusus untuk mencapai predikat pendidik.


Made Pidarta (1997 : 265) menyatakan bahwa tidak diakuinya keprofesionalan para guru dan dosen, didasarkan atas kenyataan yang dilihat masyarakat bahwa (1) banyak sekali guru maupun dosen yang tidak memberi keputusan kepada mereka, dan (2) menurut pendapat masyarakat, pekerjaan mendidik dapat dilakukan oleh siapa saja.


Syarat sebuah profesi diberikan oleh AECT (Association for Educational Communication and Technology) dan dinyatakan Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia I pada tahun 1988, keduanya memberikan beberapa syarat dalam mendefinisikan suatu profesi, secara garis besar harus ada : Latihan dan Sertifikasi, Standard dan Etika, Kepemimpinan, Asosiasi dan Komunikasi, Pengakuan Sebagai Profesi, Tanggung Jawab Profesi dan Hubungan dengan Profesi Lainnya.


Proses mendidik tidak dapat dicirikan hanya dengan adanya nasehat, dorongan berbuat baik, larangan dan penilaian terhadap perilaku anak. Mendidik merupakan pembuatan kesempatan dan situasi yang kondusif bagi perkembangan anak baik bakat, pribadi serta potensi-potensi lainnya. Berdasarkan pernyataan ini, mendidik haruslah dilakukan oleh orang-orang yang profesional.


Made Pidarta (1997 : 269-271) menyatakan bahwa diperlukan hal-hal berikut untuk memenuhi persyaratan profesi pendidik, yaitu : Pertama, perlunya diperkenalkan penjelasan pengertian pendidikan bagi calon pendidik memberikan kesempatan berpikir untuk memahami profesi mendidik tersebut. Kedua, perlu dikembangkan kepada calon pendidik kriteria keberhasilan mendidik, keberhasilan ini bukan atas prestasi akademik pendidik namun lebih dicerminkan oleh keberhasilan mendidik dengan kriteria-kriteria tertentu seperti Memiliki sikap suka belajar, tahu tentang cara belajar dan lainnya. Ketiga, memperkenalkan perilaku di lapangan yang dapat dipilih beberapa di antaranya yang sesuai dengan tujuan pendidikan setiap kali tatap muka.


2. Profesionalisme Pendidikan dan Kode Etik Guru


Profesionalisme muncul atas dasar perkembangan masyarakat modern yang semakin kompleks yang menyebabkan proses pengambilan keputusan bertambah sulit, memerlukan informasi yang lengkap, didasari atas penguasaan terhadap pengetahuan serta permasalahannya dan jaminan atas penyalahgunaan kekuasaan yang mungkin terjadi.


Rustiyah N. K. (1989 : 174) menyatakan bahwa ada 3 alasan profesionalisme di bidang pendidikan mendapat pengakuan, yaitu :


a) Lapangan kerja keguruan dan kependidikan bukan merupakan suatu lapangan kerja rutin yang dapat dilakukan karena pengulangan dan pembiasaan.


b) Lapangan kerja ini memerlukan dukungan ilmu atau teori yang akan memberi konsepsi teoritis ilmu kependidikan dengan cabang-cabangnya.


c) Lapangan kerja ini memerlukan waktu pendidikan dan latihan yang lama, berupa pendidikan dasar untuk taraf sarjana ditambah dengan pendidikan profesional.


Selanjutnya Rustiyah N. K. (1989 : 174) menyatakan bahwa pendidik profesional adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional, yang mampu dan setia mengembangkan profesinya, ikut serta dalam mengkomunikasikan usaha pengembangan profesi dan bekerja sama dengan profesi yang lain.


Dalam makalah ini disinggung juga masalah kode etik yang menyangkut kepentingan pendidikan, diantaranya mengaitkan hubungan : (1) guru dengan murid, (2) guru dengan pemerintah (3) guru dengan orang tua murid (4) guru dengan teman sejawat, (5) guru dengan diri sendiri dan (6) dengan lingkungannya serta (7) guru dengan profesinya.


4. Realita Profesionalisme Pendidikan di Indonesia


Dalam makalah ini disinggung kenyataan di lapangan tentang profesionalisme pendidikan di Indonesia yang belum tercapai sebagaimana diinginkan, misalnya para pendidik sendiri, birokrasi yang sulit, anggaran pendidikan dan gaji guru yang minim dan lainnya. Selain itu ketentuan hukum untuk masalah pendidikan juga masih dinilai belum jelas.


Sebagian besar kebijaksanaan pendidikan di Indonesia masih berupa penerapan pendekatan social demand (permintaan masyarakat) yang pada orde baru dapat dilihat dengan terpenuhinya kebutuhan jumlah SD di Indonesia dan program Wajar 6 tahun. Dalam rekrutmen tenaga pendidik juga masih terlihat belum optimalnya, misalnya persyaratan dan ujian yang diberikan. Selain itu latar belakang pendidikan para guru tidak semuanya memenuhi kriteria tenaga pendidik, misalnya memiliki Akta IV.


5. Hambatan Dalam Mewujudkan Profesionalisme Pendidikan


Dengan diberikannya otonomi dalam peningkatan mutu pendidikan, ada beberapa masalah yang dihadapi, misalnya : kesan KKN semakin jelas dan transparan. Pelatihan dan loka karya sering disalahartikan dan disalahgunakan sebagai ajang rekreasi dan menambah penghasilan bagi utusan. Fenomena ini merupakan hal yang lumrah di masa orde baru dan sampai sekarang masih sulit ditinggalkan. Belum lagi dana untuk anggaran pendidikan berupa peralatan laboratorium, perlengkapan sekolah, serta kesejahteraan guru yang tetap mengalami kebocoran di dalam perjalanannya. Dilihat dari individu pendidik, kemampuan sebagai pengembang instruksional sampai pada tahap evaluasi masih dapat dikatakan rendah. Yang tak kalah beratnya adalah sistem yang ada selalu bertentangan, sehingga penerapan kebijaksanaan baru dijadikan ajang KKN bagi sebagian orang.


6. Langkah Menuju Profesionalisme Pendidikan


Untuk menuju profesionalisme pendidikan H. A. R. Tilaar (1999 : 17), menyatakan bahwa ada 3 ciri utama yang dapat dicermati dalam pendidikan nasional sekarang ini, yaitu : (1) sistem yang kaku dan sentralistik, (2) praktek KKN serta koncoisme dan (3) sistem pendidikan yang tidak berorientasi pada pemberdayaan rakyat. Untuk itu perlu reformasi yang dibaginya menjadi tiga bagian, yaitu :


a) Reformasi Jangka Pendek, pada tahap ini upaya yang dilakukan adalah pengikisan praktek tercela KKN dan koncoisme di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Usaha tersebut bergandengan dengan usaha untuk menegakkan asas profesionalisme di dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.


b) Reformasi Jangka Menengah, salah satu prioritasnya adalah penataan sistem yang yang didasrkan pada prisnsip desentralisasi sehingga betul-betul memberdayakan masyarakat banyak yang mana isi kurikulum lebih menekankan kepada pemberdayaan rakyat di pedesaan dan rakyat kecil.


c) Reformasi Jangka Panjang, di sini perlu pemantapan sistem pendidikan nasional yang kokoh, terbuka, bermutu, sehingga dapat bersaing dengan bangsa-bangsa di kawasan regional maupun internasional.


Profesionalisme pendidikan dapat juga diwujudkan dengan mengaplikasikan berbagai konsep di bidang lain dalam pendidikan. Misalnya : pendekatan sistem, kebutuhan tenaga kerja, permintaan masyarakat dan pendekatan lainnya yang merupakan konsep-konsep di bidang ekonomi. Reformasi pemberdayaan guru dan tenaga kependidikan diarahkan pada kinerja sistem pendataan kebutuhan, pendidikan, rekrutmen, penempatan, dan pemerataan penyebarannya, serta pembinaan karir dan perbaikan sistem imbalan serta kesejahteraannya sebagai tenaga profesional, yang pengelolannya secara terdesentralisasi. Berkaitan dengan perbaikan moral, maka peranan pendidikan agama tidak dapat ditinggalkan.


Simpulan


Profesi pendidik merupakan suatu bidang yang memerlukan profesionalisme dalam menjalankannya. Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pendidikan diperlukan para pendidik yang profesional yang ditopang dengan pengelola kependidikan yang profesional pula dan perlu kebersamaan dalam menjalankannya. Hambatan dalam mewujudkan profesionalisme ini berupa masih berjalannya sistem orde baru yang tidak kondusif, penuh KKN dan moral yang rendah dari sebagian tenaga pendidik. Pencapaian profesionalisme pendidikan memerlukan tahapan-tahapan, perlu aplikasi bidang lain yang bersesuaian untuk kemajuan pendidikan dan pembinaan moral yang melibatkan pendidikan agama.

Lama Tidur Dalam Gua? Verifikasi Wariq

Berikut ini Dialog dengan Meta AI di awal pagi ceria, Jum'at Barokah. QS. Al Kahfi ayat 19, merupakan sumber inspirasi. Pagi ini kita ak...