Kelelawar merupakan satu-satunya mamalia bersayap yang termasuk ke dalam ordo Chiroptera. Chiroptera berasal dari bahasa Yunani: cheir artinya “tangan” dan pteron artinya “sayap”. Nowak dalam Nurfitrianto, dkk (2013) mengungkapkan bahwa ordo Chiroptera yang terbagi atas 2 subordo, yaitu Megachiroptera dan Microchiroptera terdiri dari 18 famili, 192 genus, dan 977 spesies.
Kelelawar mempunyai sayap tipis yang disebut patagium; terbentuk oleh perpanjangan jari kedua sampai kelima, serta terdiri dari banyak pembuluh darah, serabut jaringan ikat dan saraf. Perbedaan nyata antara sayap kelelawar dengan sayap burung adalah pada perluasan tubuhnya yang berdaging dan sayapnya yang tidak berbulu terbuat dari membran elastis tetapi berotot.
Kelelawar menggunakan frekuensi 100.000 Hz untuk navigasi gerakan terbang. Kelelawar memanfaatkan mekanisme aerodinamika yang sama seperti serangga serta mengandalkan pusaran udara horisontal yang disebut LEV (leading edge vortex) untuk menjaga tubuhnya tetap mengambang.
LEV terbentuk saat kelelawar mengepakkan sayapnya ke bawah (downstroke). Hal tersebut menghasilkan gaya dorong ke atas yang cukup kuat sehingga kelelawar tidak jatuh saat melakukan gerakan lambat atau melayang. Gaya dorong yang dihasilkan LEV menyumbangkan 40 persen gaya yang dibutuhkan untuk melayang.
Kelelawar memiliki ciri khusus yang dikenal dengan istilah echolocation (echo: gema, suara terpantul; dan location: penentuan letak, tempat benda). Ekolokasi kelelawar adalah teknik penentuan jarak dan keberadaan suatu benda dengan mengeluarkan suara, lalu mendengarkan pantulan suaranya sehingga memungkinkannya mendapatkan “peta”.
Kelelawar Microchiroptera dengan kemampuan ekolokasi mengeluarkan suara ultrasonik dari mulut atau hidungnya. Pantulan gelombang suara yang diterima oleh tragus diteruskan ke otak untuk diterjemahkan menjadi citra lingkungan sekitarnya dalam benak kelelawar. Bentuk telinga kelelawar yang seperti corong berfungsi sebagai penerima gelombang ultrasonik yang dibalikkan, seperti radar penerima.
Menurut Cracknell, kelelawar mengeluarkan pulsa gelombang ultrasonik dengan frekuensi ± 40-50 kHz (Marlianto). Denyut ultrasonik yang dipancarkan oleh kelelawar akan dipantulkan apabila terkena mangsanya. Kelelawar menentukan letak melalui gema dengan mengingat setiap gelombang suara yang dikeluarkannya dan membandingkan gelombang suara yang asli dengan gema yang kembali kepadanya. Jika kecepatan bunyi di medium v, selang waktu t antara dikeluarkannya suara dengan diterimanya gema dapat dihitung dengan frekuensi suara kelelawar f dan banyaknya gelombang ultrasonik yang dipancarkan n, maka dapat ditentukan jarak sasaran s dari kelelawar melalui persamaan berikut:
Prinsip ekolokasi kelelawar diterapkan pada teknologi Ultracane, yaitu alat bantu bagi tunanetra yang dapat menggambarkan citra buatan tiga dimensi dalam otak pengguna. Teknologi lainnya ialah sonar (sound navigation and ranging) dan USG (ultrasonography).
Manfaat lain dari kelelawar yaitu saliva kelelawar yang mengandung enzim Desmoteplase (DSPA) untuk mencegah pembekuan darah, daging kelelawar dengan senyawa kitotefin-nya sebagai obat asma, serta kotoran kelelawar yang dijadikan pupuk guano.
Sumber: kompasiana
Reblogged this on SEKOLAH DASAR.
BalasHapus