Kamis, 27 November 2008

Pendidikan-Pengajaran dan Kebudayaan : Pendidikan Sebagai Gejala Kebudayaan

Ketika buka2 folder di komputer, ternyata makalah2 dan tugas2 masih ada. langsung aja saya sharing, mungkin bisa bermanfaat. Jangan lupa, kalo ngutip tulisan ini, silakan cantumkan sumber dan link-nya. Beikut ini salah satu Book Report (tugas sejenis bedah buku).

BAB I PENDAHULUAN


1.1. Bibiliografi


Nama Pengarang : Ali Saifullah

Judul : Pendidikan-Pengajaran dan Kebudayaan : Pendidikan Sebagai Gejala Kebudayaan.

126 hal.; 14 cm x 21 cm

Termasuk Referensi Bibliograpi.

Cetakan Pertama, 1982

Penerbit : Usaha Nasional-Surabaya

Saifullah, Ali. (1982). Pendidikan-Pengajaran dan Kebudayaan : Pendidikan Sebagai Gejala Kebudayaan, Surabaya : Usaha Nasional.

1.2. Deskripsi Ringkas Isi Buku


Sesuai dengan judul buku ini, penulis memaparkan hubungan budaya dan pendidikan. Termasuk didalam buku ini dibahas posisi agama dalam kebudayaan dan pendidikan serta pengajaran. Buku ini terdiri dari TUJUH BAB, diawali Asas-Asas Pendidikan yang menjelaskan keberadaan manusia sebagai makhluk budaya berbeda dengan hewan, menerangkan sejajarnya perkembangan pendidikan dan kebudayaan serta kesetaraan pendidikan formal dan informal yang harus disikapi dengan seimbang. Pada Bab II penulis memaparkan beberapa definisi para tokoh, yaitu Taylor, Butts dan Ki Hajar Dewantara, di sini diterangkan hubungan budaya dan agama serta perbedaan kebudayaan dan tradisi.

Pokok telaah buku ini tertuang pada Bab III yang menjelaskan aspek-aspek pendidikan sebagai gejala kebudayaan, dimulai dari definisi pendidikan sebagai tingkah laku sampai pembentukan jiwa nasionalisme pada manusia. Pada bab selanjutnya menerangkan sifat normatif pendidikan yang diperkuat pada bab dasar dan ajar. Pada Bab VI dijelaskan 5 faktor dalam pendidikan, kelima faktor ini saling terkait dan tak dapat dipisahkan. Di akhir buku dijelaskan pentingnya lembaga pendidikan yang dikelola dengan baik oleh pemerintah disamping pengelolaan swasta yang memiliki pola yang bervariasi.

1.3 Deskripsi Ringkas Bab I sampai VII


1.3.1 Bab I Asas-Asas Pendidikan

Pandangan bahwa pendidikan merupakan gejala kebudayaan didasarkan pada hal-hal berikut :

a. Manusia Adalah Makhluk Budaya

Pendidikan hanya dapat dilakukan oleh makhluk yang berbudaya dan yang menghasilkan nilai kebudayaan yaitu manusia. Hal ini juga yang merupakan perbedaan antara manusia dan hewan dengan adanya budaya dan pendidikan. Sifat dunia hewan statis, dimana instink dan dan reflek sebagai pembatas (misalnya lingkungan air, udara dan tanah). Kehidupan tersendiri bagi hewan tersebut. Sifat dunia manusia terbuka, dimana manusia memberi arti bagi dunianya (secara kongkrit).

b. Perkembangan Pendidikan Sejajar Dengan Perkembangan Budaya

Pendidikan selalu berubah sesuai perkembangan kebudayaan, karena pendidikan merupakan proses transfer kebudayaan dan sebagai cermin nilai-nilai kebudayaan (pendidikan bersifat reflektif). Pendidikan juga bersifat progresif, yaitu selalu mengalami perubahan perkembangan sesuai tuntutan perkembangan kebudayaan. Kedua sifat tersebut berkaitan erat dan terintegrasi. Untuk itu perlu pendidikan formal dan informal (sengaja diadakan atau tidak). Perbedaan kebudayaan menjadi cermin bagi bangsa lain, membuat perbedaan sistem, isi dan pendidikan pengajaran sekaligus menjadi cermin tingkat pendidikan dan kebudayaan.

c. Pendidikan Informal dan Pendidikan Formal Sama Derajatnya dan Harus Ada Kesejajaran Tujuan

Pendidikan informal lebih dahulu ada dari pada pendidikan formal (education dan schooling), pendidikan informal merupakan unsur mutlak kebudayaan untuk semua tingkat kebudayaan yang muncul karena adanya pembagian kerja. Pada dasarnya keduanya disengaja dan gejala kebudayaan, pemisahan keduanya tidak berguna. Tugas kebudayaan bukan memonopoli lembaga pendidikan formal, tetapi kebersamaan warga dan negara karena segala unsur kebudayaan bernilai pendidikan baik direncanakan atau tidak.

1.3.2 Bab II Masalah Kebudayaan

a. Beberapa Definisi Kebudayaan

1. Edward B. Taylor

Segala sesuatu pada kebudayaan tidak dimiliki manusia sebagai manusia , tetapi harus diperoleh lewat kerja manusia. Manusia bisa menjadi manusia bila mendukuki posisinya, yaitu dengan cara pendidikan.

2. Freeman Budds

Budaya membimbing segala sesuatu tindak laku manusia. Menurut Taylor dan buds agama termasuk budaya dan budaya lebih luas dari agama, agama merupakan hasil kebudayaan dan budaya merupakan ciptaan manusia. Dari sini penulis menyatakan jika agama buatan manusia maka agama bisa benar dan salah. Jika tidak benar budaya hasil buatan manusia, maka segala ajaran dapat dibenarkan manusia dengan akalnya. Kebenaran agama tidak selamanya dapat dijangkau oleh rasio manusia. Jika dilihat dari konteks 2 pendapat di atas tentu keduanya bukan orang-orang agamis. Agama merupakan suatu yang lebih luhur dan suci kebudayaan.

Dari 2 pendapat di atas penulis menyimpulkan hal-hal berikut :

  • Kebudayaan merupakan sesuatu yang melingkupi segala aspek kehidupan manusia

  • Kebudayaan tidak dimiliki manusia sejak lahir

  • Nilai norma dan kebudayaan menjadi nilai norma hidup

  • Isi pendidikan ditentukan isi materi kebudayaan dan tujuan pendidikan

  • Pendidikan, pengajaran dan kebudayaan merupakan suatu integrasi lengkap

  • Pengajaran merupakan suatu alat pendidikan dan pendidikan merupakan unsur kebudayaan

  • Kebudayaan bersifat edukatif


3. Ki Hajar Dewantara

Kebudayaan adalah buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan terhadap 2 pengaruh yang kuat, yaitu alam dan zaman yang merupakan kebutuhan hidup manusia untuk mengatasi tantangan hidup dan kehidupan guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang bersifat tertib dan damai. Beliau mengingatkan bahwa kebudayaan merupakan kemurahan Tuhan. Menurutnya hubungan Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan adalah kkeduanya merupakan usaha kebudayaan semata-mata dimana perguruan merupakan taman persemaian kebudayaan bagi suatu bangsa. Sedangkan pendidikan menurutnya merupakan upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti yang terintegrasi (batin, inteligensi dan tubuh) untuk memajukan kesempurnaan hidup selaras alam dan masyarakat. Selanjutnya Pendidikan Nasional dinyatakan sebagai pandangan beralas garis hidup bangsanya dan ditujukan untuk keperluan peri kehidupannya yang mengangkat derajat negara dan rakyatnya, agar dapat bekerja sama dengan bangsa lain untuk kemuliaan seluruh dunia.

Dari sini Ki Hajar Dewantara mewujudkan pendidikan formal dalam bentuk taman siswa dengan karakteristik :

  • Asas Dasar : Panca Dharma (Kebangsaan, Kebudayaan, Kemanusiaan, Kodrat Alam dan Kemerdekaan)

  • Bentuk : Asrama Padepokan (Pondok)

  • Sifat : Kekeluargaan

  • Isi Materi : Kebudayaan Nasional

  • Sistem : Sistem Among


b. Hubungan Antara Kebudayaan dan Agama

Terdapat 2 pandangan terhadap masalah apakah agama merupakan hasil kebudayaan atau sebaliknya kebudayaan merupakan hasil buah budi manusia yang diilhami oleh tuntunan agama. Pertama pendapat yang menyatakan bahwa kebudayaan adalah sumber agama dan karena itu agama adalah unsur kebudayaan, hal ini tidak berarti jika kita menyatakan kebudayaan Hindu, kebudayaan Islam dan lainnya. Hal ini akan mengarah pada penolakan terhadap jasa agama serta lembaga agama sebagai sumber perkembangan kebudayaan masa lalu dan sekarang. Pandangan tersebut juga tidak mengakui hakekat esensial agama yang terletak pada unsur wahyu yang dibawa nabi dan rasul dari Tuhan. Kebenaran pandangan tersebut mungkin terletak pada kebudayaan adalah hasil buah budi manusia termasuk didalamnya nabi dan rasul penerima wahyu dari Tuhan. Penulis menyatakan bahwa dalam waktu dekat akan unggul dari paham atheis dan komunis ditinjau dari jumlah secara realistis dan objektif.

c. Kebudayaan, Peradaban dan Tradisi

Penulis menyatakan bahwa kebudayaan, peradaban dan tradisi merupakan 3 istilah yang memiliki pengertian yang hampir sama, dimana perbedaannya hanya terletak pada penggunaannya, oleh siapa dan dalam bidang apa istilah tersebut digunakan. Peradapan sering digunakan dalam bidang antropologi sebagai kebudayaan yang telah mengalami perkembangan dan dimasukkan ke dalam kebudayaan modern (misalnya primitive culture bukan primitif civilization). Tradisi sering digunakan oleh ahli sejarah dan kebudayaan merupakan istilah umum dalam ilmu sosial dan berlaku umum untuk semua tingkat kebudayaan. Ki Hajar Dewantara menamakan tradisi kebudayaan bangsa Indonesia sebagai "Achief Nationale" yang menyimpan kekayaan batin bangsa.

1.3.3 Bab III Segi-Segi Pendidikan Sebagai Gejala Kebudayaan

Yang dimaksud dengan segi-segi atau aspek-aspek pendidikan adalah rah tujuan atau sasaran yang diperhatikan dan dibina serta dijadikan pedoman dalam pelaksanaan segala aktivitas yang bersifat pendidikan yang sesuai dengan pandangan di atas.

Ada 10 segi pendidikan yang urutannya dapat diubah namun tidak dapat dikurangi untuk sesuai dengan kondisi dan situasi dimana pelaksanaan pendidikan akan dilaksanakan. Pemisahan salah satu dari kesepuluh tersebut tidak mungkin dan tidak dibenarkan tetapi hanya dibenarkan perbedaan dalam penekanan.

1. Pendidikan adalah pembinaan tingkah laku perbuatan

Pendidikan merupakan proses pembinaan tingkah laku perbuatan agar anak belajar berpikir, berperasaan dan bertindak lebih sempurna dan baik dari pada sebelumnya. Untuk tujuan tersebut maka pendidikan diarahkan pada seluruh aspek pribadi meliputi jasmani, mental kerohanian dan moral. Sehingga akan tumbuh kesadaran pribadi dan bertanggung jawab akibat tingkat perbuatannya.

2. Pendidikan adalah pendidikan diri pribadi

Lembaga pendidikan bertujuan mengembangkan diri dan selalu menggunakan daya kemampuan inisiatif dan aktivitasnya sesuai kata hatinya. Sehingga anak berkesempatan untuk belajar memikul tanggung jawab bagi kelangusngan pendidikan dan perkembangan pribadinya. Hal ini sesuai pernyataan Tagore bahwa pendidikan sebenarnya pendidikan diri sendiri atau diri pribadi (self education).

3. Pendidikan diperankan di berbagai pusat lembaga

Tugas pendidikan adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh lembaga atau badan pendidikan yang diakui dan diberi hak hidup serta dilindungi undang-undang. Dengan demikian disamping lembaga pendidikan sekolah (sebagai perantara, pemersatu serta mempertinggi usaha pendidikan) maka keluarga masyarakat juga menerima tugas kewajiban untuk mendidik manusia yang menjadi anggotanya.

4. Pendidikan diarahkan kepada keseluruhan aspek kebudayaan dan kepribadian

Pendidik dan lembaga pendidikan harus mengakui kepribadian dan menggalang adanya kesatuan segala aspek kebudayaan, di sini manusia membutuhkan latihan dalam menggunakan kecerdasanya dan saling pengertian. Aspek-aspek kehidupan telah dirumuskan oleh Edward Springer sebagai :

Aspek intelek menghasilkan manusia teoretis, sosisal manusia pengabdi, estetis manusia seni, politik manusia kuasa, agama manusia kuasa dan ekonomi manusia manusia untung serta sebagai tambahan oleh Prof. A. Sigit aspek keluarga menjadikan manusia cinta kasih.

5. Pendidikan berlangsung sepanjang hidup (Life Proses)

Menurut Langeveld kewibawaan penting dalam pendidikan sehingga proses pendidikan dibatasi pada proses pendidikan dari mulai anak mulai mengerti dan mengakui kewibawaan samapai anak tunduk pada kewibawaannya sendiri yang bersumber dari kata hatinya.

6. Pendidikan adalah persiapan penyesuaian yang intelligent terhadap perubahan sosial

Sifat pendidikan reflektif dan progresif harus meneruskan nilai kebudayaan dan mengantarkan anak didik pada alam kedewasaan serta membimbing ke arah kerja membangun masa depan. Untuk itu pendidik harus mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan turut serta dalam masyarakat.

7. Pendidikan harus mengabdi seluruh massa rakyat

Menurut sejarah perkembangannya, pendidikan mengalami 2 macam perkembangan, yaitu (1) pendidikan sebagai pengabdi kelas/golongan masyarakat, diperuntukkan untuk kepentingan sebgaian kecil masyarakat misalnya kolonial Belanda dan (2) pengabdi massa/segala lapisan masyarakat, diperuntukkan untuk demokrasi masyarakat tanpa beda kelas.

8. Pendidikan harus diarahkan kepembinaan cita-cita hidup yang luhur

Bila pendidikan dimasukkan ke dalam tingkah laku perbuatan manusia maka pendidikan harus menyesuaikan diri dengan tujuan hidup manusia, selanjutnya tujuan hidup tersebut ditentukan oleh filsafat hidup yang dianut seseorang, maka tujuan pendidikan manusia harus bersumber pada filsafat hidup individu yang melaksanakan pendidikan. Tujuan pendidikan manusia tidak dapat terlepas dari tujuan hidup manusia yang didasarkan pada filsafat hidup tertentu.

9. Pendidikan Jiwa Nasionalisme seimbang dengan jiwa internasionalisme

Pendidikan adalah pembinaan jiwa Nasionalisme yang sehat dan wajar, tidak menjurus Chauvinisme atau Internasionalisme yang melenyapkan jiwa Nasionalisme. Adanya masalah dan perbedaan paham-paham tersebut disebabkan 3 hal, yaitu : tetap adanya perang, adanya efek relatif kebahagian bangsa tertentu namun kesengsaraan bagi bangsa lainnya dan rasa kebersamaan pada bangsa-bangsa yang tertindas.

Pendidikan bertujuan mengusahakan perdamaian dan kesejahteraan dunia dan manusianya, untuk itu usaha-usaha yang mengarah ke sana adalah : pembinaan jiwa yang saling kerjasama antar bangsa, penghilangan nasionalisme yang sempit, peniadaan doktrin superioritas dan inferioritas ras, pengembangan sikap positif atas kerja sama, pembinaan politik luar negeri dalam prinsip konsultasi dan kooperatif, peningkatan taraf mental pendidikan manusia serta pembinaan penghormatan tata hidup yang berasaskan demokrasi individu, masyarakat dan anatar bangsa.

Hasil dari pembinaan di atas akan mewujudkan 3 kemungkinan, yaitu :

(1) Komunisme Internasional, dengan bentuk terpimpin oleh negara super disikuti negara satelit

(2) Organisasi Internasional, dengan peniadaan negara super dimana tata hubungan belandaskan prinsip demokrasi

(3) Kerjasama Regional, bentuk kerjasama dalam wilayah dan tujuan tertentu.

10. Pendidikan agama unsur mutlak dalam pembinaan karakteristik dan bangsa

Hal ini didasarkan atas pandangan bahwa agama merupakan unsur mutlak dan sumber dari kebudayaan, untuk itu pendidikan agama agar tidak diarahkan pada intelektualistis-verbalistis, sehingga menjadikan pendidikan agama sebagai dasar tata kehidupan manusia, pribadi, di sekolah maupun masyarakat.

Pendidikan agama tidak sama dengan etika, namun pendidikan pekerti tidak dapat dilepaskan dari agama sehingga dapat dikatakan kesusilaan yang diagamakan. Sehingga dihasilkan manusia berbudi luhur, sehat, berpikiran bebas, perpengetahuan luas dan berjiwa ikhlas.

1.3.4 Bab IV Ilmu Pendidikan Sebagai Ilmu Pengetahuan Normatif

Maksudnya adalah bahwa pendidikan membawa pengkuan atas kenyataan berikut :

1. Adanya norma tertentu dalam bertindak bagi manusia.

2. Tugas pendidikan sebagai penanam suatu norma tertentu sesuai dasar flsafat

3. Ilmu pendidikan harus berhubungan erat dengan ilmu filsafat pendidikan

4. Ilmu pendidikan menurut sejarahnya tidak dapat dipisahkan dari ilmu filsafat

5. Persoalan dan tujuan pendidikan merupakan persoalan normatif sesuai filsafat pendidikan tertentu

6. Bila manusia memiliki filsafat pendidikan tertentu maka setiap pendidik harus memiliki filsafat tertentu pula.

1.3.5 Bab V Dasar dan Ajar

Istilah dasar dan ajar dikemukaakn oleh Ki Hajar Dewantara disamaakn dengan istilah bakat dan lingkungan, dan selalu menjadi pemikiran para cendekiawan pendidikan. Dalam kepustakaan pendidikan dikenal 3 macam pandangan, yaitu :

a. Nativisme dan naturalisme,

Aliran ini menekankan pada bakafaktor bakat, dasar faktor endogen atau phenotipe dalam pendidikan. Manusia telah memiliki bakat asli murni (nativisme) dan bersifat kodrat (naturalis) yang berkembang wajar dan teratur. Usaha apapun dari luar dianggap tidak berguna, pada aliran ini usaha pendidik disikapi secara pesimistis. Tokoh aliran ini adalah Arthur Schopenhauer (Jerman).

b. Empirisme/Environmentalisme

Paham ini dikenal dengan teori tabula ras John Locke, dengan pandangan bahwa jiwa anak bagaikan meja lilin putih kosong tergantung efek luar yang yang mempengaruhinya. Dalam pandangan ini pendidikan maha kuas dan sebagai penentu dimana pendidik dan pendidikan memiliki nilai positif terhadap perkembangan manusia.

c. Konvergensi Williem Stern

Aliran ini mengusahakan adanya perpaduan kedua aliran di atas, di sini dibahas tentang hubungan antara faktor bakat dan pendidikan sebagai satu tujuan. Menurut paham ini bakat sejak lahir merupakan kemungkinan (potensial) dan dengan proses pendidikan dan pengajaran dapat direalisasikan sehingga tercapai pribadi yang ideal yang merupakan manusia teladan.

d. Problematika Tentang Dasar dan Ajar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat dan sikap kepribadian yang sekana ini dianggap sebagai berdasar faktor bakat biologis ternyata merupakan bersifat akibat dari kenyatan kondisi dan tradisi kehidupan masyarakat yang bersifat sosiologis.

a. Dasar Keharusan Kemungkinan Pendidikan

1. Keharusan pendidikan ditinjau dari sudut anak didik

v Jika pendidikan tidak diperlukan berarti manusia telah dewasa sejak lahir

v Jika pendidikan tidak diperlukan berarti manusia sama dengan binatang

v Jika pendidikan tidak diperlukan berarti meniadakan kenyataan manusia sebagai makhluk sosial

2. Keharusan pendidikan dan orang dewasa

Orang dewasa harus mampu melaksanakan usaha pendidikan, hal ini didasarkan atas :

v Manusia adalah makhluk sosial, yaitu saling menyempurnakan dan mendidik

v Orang dewasa dibekali kemampuan memikul tnaggung jawab pendidikan

v Sebagai makhluk budaya manusia memiliki cita-cita

Usaha yang bernilai pendidikan harus mungkin dan dapat dilaksanakan.

1.3.6. Bab VI Faktor-Faktor Pendidikan

Faktor pendidikan adalah segala kondisi yang dapat memungkinkan dapat dilakukannya usaha kerja yang bersifat pendidikan. Minimal harus ada 5 faktor :

1. Cita-cita, dasar dan tujuan pendidikan

2. Pendidik

3. Anak didik

4. Lingkungan

5. Alat-alat pendidikan

Kelimanya jika digambarkan seperti bagan :

Kelimanya juga bisa dibandingkan dengan 5 sila Pancasila atau Rukun Islam. Masing-masing faktor berhubungan erat dan tak dapat dipisahkan, misalnya alat-alat pendidikan akan digunakan dengan tujuan apa atau siapa yang menggunakan alat tersebut.

a. Faktor Cita-Cita Dasar Tujuan

Tujuan pendidikan umum, tujuan sempurna, dan mutakhir bergantung pada nilai-nilai atau pandangan hidup tertentu yang memberi patokan mengenai tugas hidup manusia dalam hal ini filsafat hidup Pancasila menentukan dan menjadi dasar tujuan pendidikan dan pengajaran Pancasila. Ada 4 hal penting diungkapkan Lottich dan Wilds :

1. Filsafat hidup bisa berubah oleh lingkungan (sosial, politik dan ekonomis)

2. Perubahan filsafat hidup mengubah kebutuhan pendidikan manusia

3. Perubahan kebutuhan pendidikan mengubah konsepsi pendidikan

4. Perubahan konsepsi pendidikan mengubah isi materi, kurikulum serta metode pengajaran yang ada.

Kesalahan yang mungkin dalam pendidikan adalah berupa teknis pelaksanaan dan ideologis cita dan pandangan. Kesalah kedua ini merupakan hal yang lebih berat dan dalam karena berkaitan dengan cita-cita dan tujuan pendidikan itu sendiri. Dari hal di atas disimpulkan hal-hal berikut :

1. manusia harus memiliki cita-cita, dasar serta tujuan hidup tertentu

2. cita-cita, dasar serta tujuan pendidikan manusia tergantung pada kebudayaannya

3. perubahan dalam konsepsi pendidikan akan mengakibatkan perubahan tentang pendidikan

4. diperlukan filsafat tertentu bagi yang berkecimpung dalam dunia pendidikan

5. lingkungan merupakan kondisi untuk kemungkinan terlaksananya kerja pendidikan

b. Jenis-Jenis Tujuan Pendidikan

Langeveld membagi tujuan pendidikan menurut jensinya dalam 6 macam, yaitu :

1. Tujuan Umum-Sempurna-Mutakhir, menjiwai segala prilaku pendidik dalan setiap situasi dan kondisi

2. Tujuan Insidental-Momental-Mewaktu, suatu tujuan pendidikan yang akan dicapai dengan menggunakan peristiwa yang bersifat insidentil. Misalnya pada hari-hari besar negara (Hari Nasional)

3. Tujuan Sementara, yaitu tujuan pendidikan yang telah disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak menuju ke kedewasaanya. Jika anak berumur 18/19 tahun belum dapat menyelesaikan SLTA maka terlambat perkembangannya.

4. Tujuan Yang Bekum Sempurna, yaitu pencapaian sebagian dari tujuan sempurna. Misalnya pengabdian sarjan yang belum mau mengabdikan ilmunya pada negaranya sendiri, tetapi sebaliknya ke luar negeri.

5. Pengkhususan Tujuan Umum dan Sempurna, yaitu pengkhususan yang dibuat atas dasar : keragaman bakat, keadaan keluarga dan lingkungan, kesanggupan pendidik, tugas pendidikan tertentu (pesantren), serta cita-cita bangsa.

6. Tujuan Intermidier/Perantara, tujuan yang merupakan alat untuk mencapai tujuan lainnya. Misalnya pembelajaran bahasa Arab atau Inggris untuk mampu membaca kitab kuning/text book.

c. Faktor Pendidik

Yang termasuk ke dalam pengertian pendidik adalah ornag dewas, orang tua, guru/pendidik, tokoh masyarakat dan tokoh agama. Khusus untuk guruharus memenuhi persyaratan pribadi dan jabatan (profesi).

d. Anak Didik

Langeveld menerangkan hal-hal yang berkaitan dengan anak didik, yaitu :

1. Sifat hakekat anak didik, masih bergantung, kekanakan serta perlu bimbingan.

2. Sifat Hakekat manusia dalam pendidikan, individualitas anak didik, moralitas dan sosialitas yang mengarahkan manusia bisa dididik.

3. Sifat hakekat manusia Pancasila, sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia maka manusia Pancasila harus memeuhi aspek-aspek individualitas, moralitas, nasionalis, serta makhluk religius.

e. Faktor Lingkungan

Pendidikan merupakan gejala kebudayaan, berarti lingkungan pendidikan meliputi lingkungan kebudayaan. Beberapa aspek lingkungan kebudayaan diantaranya kultur ideologis, sosial politis, sosisal antropologis, sosial ekonomis, dan klimato Geografis.

Ditinjau hubungannya dengan manusia, yaitu kemampuan manusia berinteraksi dengan lingkungannya, maka lingkungan tersebut dibagi atas lingkungan yang dapat diubah, yang dapat diubah dan dipengharuhi serta lingkungan sadar dan sengaja dilakukan. Terdapat kemungkinan lingkungan yang ketiga, yaitu lingkungan bersifat pribadi dan kebendaan.

f. Alat-Alat Pendidikan

Alat-alat pendidikan dibedakan atas (1) alat pendidikan, (2) alat pengajaran, (3) tindakan berdasarkan tindakan kewibawaan dan (4) Hukuman sebagai alat pendidikan. Menurut Langeveld hukuman adalah suatu perbuatan dimana kita dengan sadar dan sengaja menjatuhkan nestapa pada seseorang. Pemberian hukuman ini harus memperhatikan definisi hukuman itu sendiri, unsur susila, tinjauan penderitaan, Asas-asas dalam pemberian tindakan hukuman, disiplin pribadi.

1.3.7 Bab VII Pusat Badan/Lembaga Pendidikan

Alasan perlunya badan/lembaga sosial sebagai badan pendidikan adalah :

1. pendidikan adalah gejala kebudayaan

2. pandangan tentang kehidupan masyarakat pluralistis

3. pengakuan bahwa manusia adalah makhluk sosial

4. pandangan bahwa pendidikan sekolah sebagai pengabdi masyarakat

5. pengakuan akan adanya perbedaan antara pendidikan formal dan informal

Ki Hajar Dewantara menyatakan pembagian dengan menamakannya sebagai tri pusat, yaitu pusat keluarga, pusat sekolah dan pusat masyarakat. Oleh Langeveld dipertegas lagi menjadi keluarga, gereja, dan negara.

a. Pusat Keluarga

Fungsi tugas pendidikan keluarga : pendidikan budi pekerti, pendidikan sosial, pendidikan kewarganegaraan, pembentukan kebiasaan dan pendidikan intelek.

b. Sekolah Sebagai Pusat Pendidkan

Dasar didirikannya sekolah : perkembangan kebudayaan, perlu proses dalam perkembangan kebudayaan, adanya perbedaan istilah formal (sekolah) dan informal di rumah, serta adanya perkembnangan ilmu dan teknologi sehingga terjadi otomatisasi dan mekanisasi kerja.

Fungsi dan tugas pendidikan di sekolah : menjalankan program pengajaran dan pendidikan, yaitu melatih inteligensi manusia dengan pengetahuan. Sekolah merupakan lembaga persiapan dan tempat beratih pendidikan di masyarakat, sehingga sekolah perlu menyesuaikan diri terhadap kepentingan dan kemajuan masyarakat.

Dasar didirikannya sekolah : perkembangan kebudayaan, perlu proses dalam perkembangan kebudayaan, adanya perbedaan istilah formal (sekolah) dan informal di rumah, serta adanya perkembnangan ilmu dan teknologi sehingga terjadi otomatisasi dan mekanisasi kerja.

c. Pusat Pendidikan Masyarakat

Oleh Ki Hajar Dewantara pusat pendidikan ini disebut dengan alam pemuda perkembangan kebudayaan, perlu proses dalam perkembangan kebudayaan, adanya perbedaan istilah formal (sekolah) dan informal di rumah, serta adanya perkembnangan ilmu dan teknologi sehingga terjadi otomatisasi dan mekanisasi kerja.

d. Pusat Pendidikan Keagamaan

Dasar keharusan pondok/gereja dalam menyelenggarakan pendidika adalah :

1. agama diakui bangsa dan negara sebagai unsur mutlak

2. pemisahan agama/gerja tidak diakui negara

3. tata kehidupan masyarakat pluralistik diakui bangsa dan negara

4. sebagian keluarga tidak mampu melaksanakan tugas pendidikan

5. agama merupakan unsur mutlak kebudayaan

e. Negara Sebagai Pusat Pendidikan

1. Negara sebagai pusat pendidikan, hal tersebut berdasarkan pada kenyataan :

v pengakuan atas manusia sebagai makhluk sosial

v timbulnya semangat nasionalisme yang menghendaki pendidikan sebagai mediapembinana kesadaran jiwa nasionalisme

v timbulnya pandangan negara sejahtera (egara melindungi hak warganya)

v terbatasnya pusat lembaga swasta yang beragam dalam menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran baik kulitatif maupun kuantitatif

Semuanya terbatas pada kemampuan negara serta norma tata kehidupan masyarakat dan negara.

2. Pendidikan negara demokratik, tujuan pendidikan warga negara diarahkan kebeberapa segi :

v Menanamkan jiwa dan mental

v Menanamkan kesadaran mental dan jiwa bernegara

v Penanaman sifat dan sikap kepribadian atas dasar demokratis

v Menanamkan sifat dan sikap nasionalisme yang positif

v Pendidikan warga negara tidak berarti pendidikan politik


BAB II PEMBAHASAN


2.1. Analisis


Permasalahan pendidikan selalu di dasarkan pada filsafat pendidikan itu sendiri. Dalam buku ini penulis telah memaparkan pandangan-pandangan para filosof barat dalam memulai penulisan bukunya, hal ini terlihat dari tokoh kebudayaan yang tampaknya hanya melihat dari sisi pemikiran barat saja. Namun begitu penuangan pendapat Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh kebudayaan dan pendidikan merupakan pembanding bagi pendapat-pendapat sebelumnya, yaitu Taylor dan Butts. Penulis tidak memperinci bahkan menyinggung filsafat ketimuran yang lain, misalnya filsafat pendidikan islam.

Penulis memaparkan hubungan agama dan budaya dalam konteks nasional yang disertai dengan contoh-contoh pendidikan keagamaan, misalnya Islam dan Kristen. Perbandingan yang dibuat penulis terhadap beberapa filosof di atas masih sedikit, memang sebagian besar penulis buku mengambil referensi tentang pendidikan dan kebudayaan barat, padahal dapat dilihat bahwa banyak tokoh-tokoh lainnya. Pada inti buku ini penulis memuat pentingnya nasionalisme serta memaparkan paham-paham ideologi lain diantaranya Marxisme dan Komunisme. Yang lebih menarik penulis telah memprediksi bahwa paham-paham yang mengakui atau bersifat religius akan terus mampu bertahan ketimbang paham atheis, hal ini dapat disaksikan Kenyataan yang terjadi sekarang.

Arah pendidikan yang selalu membesarkan nasionalisme sebenarnya membuat pengotakan-pengotakan tersendiri, padahal dapat dilihat sekarang bahwa pendidikan melalui media internet telah menembus tapal batas seluruh negara, bahkan menurut Tung (2001) pendidikan mendatang akan mengarah pada Cyber University. Sebagian besar pakar menyatakan bahwa abad ini merupakan abad kebangkitan Islam, Islam sendiri tidak mengenal batas-batas negara dalam penyebarannya, dimana diketahui bahwa ajaran Islam memuat segala aspek termasuk pendidikan dan kebudayaan.

2.2. Komentar


Buku ini memuat aspek pendidikan dan kebudayaan. Pemaparan isi yang telah dibuat penulis cukup baik, namun konteks perubahan yang terjadi sekarang, semisal pendidikan dan pengajaran lewat virtual university (cyber university) tampaknya masih jauh terlintas dalam pemikiran penulis. Sebagai asas dalam mempelajari keterkaitan budaya dalam pendidikan, maka buku ini dapat dijadikan salah satu referensi yang berguna bagi kalangan pendidikan.

BAB III PENUTUP


3.1. Kesimpulan


Penulis memaparkan hubungan budaya dan pendidikan, termasuk pembahasan posisi agama dalam kebudayaan dan pendidikan serta pengajaran. Buku ini memuat Asas-Asas Pendidikan yang menjelaskan keberadaan manusia sebagai makhluk budaya berbeda dengan hewan, menerangkan sejajarnya perkembangan pendidikan dan kebudayaan serta kesetaraan pendidikan formal dan informal yang harus disikapi dengan seimbang. Penulis memaparkan beberapa definisi kebudayaan dari para tokoh, yaitu Taylor, Butts dan Ki Hajar Dewantara. Penulis juga memaparkan hubungan budaya dan agama serta perbedaan kebudayaan dan tradisi.

Aspek-aspek pendidikan merupakan gejala kebudayaan, ini dinyatakan dengan definisi pendidikan sebagai tingkah laku sampai pembentukan jiwa nasionalisme pada manusia. Pendidikan bersifat normatif dengan memperhatikan dasar dan ajar. Untuk proses pendidikan itu sendiri harus memperhatikan 5 faktor-faktor dalam pendidikan yang saling terkait dan tak dapat dipisahkan. Untuk mewujudkannya diperlukan badan atau lembaga pendidikan yang dikelola dengan baik oleh pemerintah disamping pengelolaan oleh swasta yang mungkin memiliki pola yang bervariasi.

3.2. Implikasi


Dalam merealisasikan pendidikan pada era otonomi daerah sekarang ini, sewajarnya pendidikan yang dilaksanakan memperhatikan aspek budaya, misalnya konsep life skill dalam pendidikan untuk peningkatan keterampilan siswa setelah menamatkan jenjang pendidikannya. Pendekatan budaya merupakan cara tepat dalam membina moralitas pendidikan bangsa yang mulai ambruk, hal ini karena budaya memuat berbagai aspek, seperti agama, etika dan lingkungan.

3.3. Saran


Sebaiknya pendidikan yang dilaksanakan disesuaikan dengan budaya setempat. Budaya Indonesia yang bervariasi dapat dijadikan sumber masukan untuk menopang budaya nasional. Buku ini dapat dijadikan rujukan dalam mempelajari hubungan budaya dan pendidikan serta pengajaran.

DAFTAR PUSTAKA


Saifullah, Ali. (1982). Pendidikan-Pengajaran dan Kebudayaan : Pendidikan Sebagai Gejala Kebudayaan, Surabaya : Usaha Nasional.


Tung, Khoe Yao., (2001). Pendidikan dan Riset di Internet, Dinastindo, Jakarta.


Tim Perumus FT UMJ, (1998). Islam dan IPTEK, Jilid I, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

12 komentar:

  1. makasih mas...
    wejangan mas sngat mmbantu sy....

    BalasHapus
  2. pak saya mau bertanya ... apa definisi pendidikan? apa definisi pengajaran? apa persamaan dan perbedaan pendidikan dan pengajaran? ... terima kasih

    BalasHapus
  3. Untuk definisi banyak di literatur. Namun sederhananya:
    - pengajaran --> berkaitan dengan penyampaian materi ajar ke pebelajar (siswa), termasuk proses & syarat2 berkaitan dengan fokus guru
    - pembelajaran --> proses belajar, termasuk upaya pebelajar untuk mencapai tujuan belajar, dengan fokus siswa

    makasih ........

    BalasHapus
  4. makasih bgt... makalh q jd slse hr ini deh......he2

    BalasHapus
  5. silakan aja ...
    jgn lupa sumbernya

    salam ...

    BalasHapus
  6. jgn lupa mampir2 di blog sy
    entar lagi karya ilmiah akan diupdate di blog ini

    Salam...

    BalasHapus
  7. makacii mas...

    tugas referensi ny jadii berreeees daargh

    heeheheh @,@

    BalasHapus
  8. Mudah-mudahan sy bisa terus berbagi

    Salam

    BalasHapus
  9. salam mas..saya dari negara jiran kamu....malaysia

    saya sedang belajar di universiti malaya di kuala lumpur,
    saya dalam proses mengkaji falsafah seorang ahli falsafah tersohor india..iaitu Rabindranath Tagore..

    saya sedang mengkaji kaedah beliau dalam pendidikan,matlamat pendidikan bagi beliau,cirir2 guru pilihgan beliau,serta perbezaan falsafah beliau jika dibandingkan dengan falsafah al-Ghazali rahimhullah..


    harap mas bisa bantu saya kerna saya amat membutuhkan sumbernya mas..

    syukran ya mas..mekasih..

    BalasHapus
  10. salam ww

    anda bisa cari thesis atau disertasi online yg mengkaji tentang itu

    silakan cari di gigapedia (buku)
    atau di ohio link

    salam ww

    BalasHapus

YUSUF-ZULAIKHA & HUKUM NEWTON

Allah SWT berfirman dalam QS 12 : 26-27 قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِيْ عَنْ نَّفْسِيْ وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِّنْ اَهْلِهَاۚ اِنْ كَانَ قَمِيْصُهٗ قُدّ...