Minggu, 22 Juni 2008

PENDIDIKAN ISLAM DAN SUMBER DAYA MANUSIA

A. Pendahuluan


Pendidikan dalam Islam merupakan pokok utama dalam kelanjutan ketahuidan dan keimanan terhadap ajarannya. Perkembangan pendidikan Islam sejalan dengan berkembangnya Islam itu sendiri, bahkan pendidikan Islam sebenarnya telah dimulai sejak zaman nabi-nabi terdahulu dan disempurnakan oleh nabi Muhammad SAW di Makkah dan Madinah. Proses transformasi ilmu secara bilateral telah terjadi setelah perang Badar yaitu dengan pengajaran membaca dan menulis kepada umat Islam sebanyak sepuluh orang oleh tiap tawanan perang pihak musuh. Dasar ajaran Islam sendiri merupakan perintah untuk membaca sebagaimana bunyi ayat pertama yang diturunkan.


Pendidikan Islam pada awal perkembangannya telah memiliki keunggulan karena coraknya yang tersediri yaitu bersifat komprehensif dengan maksud agar anak didik didorong sehingga mampu untuk menuangkan segala kemampuan yang dimilikinya. Tujuan dalam pendidikan Islam terdiri dari tujuan keagamaan dan tujuan keduniaan. Kebijakan baru untuk tujuan keduniaan telah dinampakkan dari upaya menonjolkan keterampilan bekerja dalam rangka pendidikan seumur hidup. Kedua tujuan tersebut hanya dapat dicapai bila sistem pendidikan yang berjalan efektif dan sebanding.


Untuk tujuan tersebut sebenarnya telah diupayakan pendidikan Islam yang memadukan kurikulum umum dan agama seperti yang berlangsung saat ini di tingkat Madrasah Aliyah. Tuntutan masyarakat terhadap madrasah ini dapat dikatakan memadai, artinya jika dijalankan secara efektif maka anak didik di Madrasah Aliyah tersebut dapat bersaing ataupun berkemampuan sama dalam mata pelajaran umum dengan keunggulan pelajaran agama yang memadai. Namun fenomena yang terjadi di tingkat perguruan tinggi, kemampuan atas pengetahuan umum (keduniaan) dan keagamaan ini tidak disahuti secara bijaksana. Hal ini dapat dilihat tidak adanya institusi pendidikan tinggi Islam yang memfasilitasi pendidikan yang mengintegrasikan kedua bidang tersebut. Akhirnya Madrasah Aliyah hanya menghasilkan sumber daya manusia yang di tingkat tinggi dimanfaatkan untuk kembali pada tujuan keduniaan semata, hal ini dapat dimaklumi karena di jenjang yang lebih tinggi tidak diperoleh pendidikan agama yang memadai ataupun integrasi ilmu umum dan agama yang mumpuni.


Ditinjau dari sisi sejarah, para ilmuan muslim adalah orang-orang yang memiliki komitmen terhadap Islam yang tinggi, karena dalam perjalanan keilmuannya, sisi keduniaan dan keagamaan tetap berjalan seiring dan institusi pendidikan tidak memisahkan kedua sisi tersebut. Tokoh-tokoh dan para ilmuan tersebut memiliki dedikasi yang tinggi terhadap keilmuannya di samping fungsinya sebagai ulama dan mereka tidak menjadikan pendidikan keagamaan sebagai ajang mencari nafkah. Pendidikan keagamaan pada awalnya dianggap sebagai kebutuhan mutlak disamping harus mempelajari bidang keduniaan untuk bekal hidup. Hal ini memang merupakan tujuan pendidikan Islam dalam rangka meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia.


Perkembangan sains dan teknologi yang sangat cepat telah mengkondisikan manusia di millennium ketiga untuk mau ataupun tidak harus mengikuti perkembangannya. Sebagai jawaban atas kondisi tersebut, maka pendidikan Islam diajak untuk mampu dalam peningkatan Sumber Daya Manusia khususnya di kalangan muslim yang diharapkan mampu menjadi pioneer dalam pembaruan di Indonesia.


Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana peran pendidikan Islam dalam menciptakan Sumber Daya Manusia yang bermutu sesuai dengan tantangan globalisasi saat ini dengan fokus Institusi Pendidikan Tinggi Islam di Indonesia.


B. Pembahasan


1. Pendidikan Islam dan Cirinya


Tujuan pendidikan selalu dikaitkan dengan kehidupan suatu bangsa, falsafahnya, dasar serta ideoleginya dalam rangka perbaikan individu, keluarga maupun masyarakatnya. Pendidikan merupakan alat untuk memajukan peradaban, mengembangkan masyarakat dan membuat generasi mampu berbuat banyak bagi kepentingan mereka.


Pengertian pendidikan diberikan oleh Yahya Qahar (dalam Prasetya, 2000 : 20) yaitu filsafat yang bergerak di lapangan pendidikan yang mempelajari proses kehidupan dan alternatif proses pendidikan dalam pembentukan watak. Sedangkan M. Natsir menyatakan bahwa ideologi didikan Islam menyatakan, “Yang dinamakan pendidikan Islam ialah suatu pimpinan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya (Azra, 2000 : 13).


Endang Saifuddin Azhari (1976 dalam Azra, 2000 : 6) memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai “proses bimbingan (pimpinan, tuntutan, usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi dan sebagainya) dan raga objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu, pada waktu tertentu, dengan metode tertentu dan dengan alat perlengakapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.


Pendidikan Islam dibangun atas prinsip-prinsip pokok yang membentuk karakteristiknya, yaitu : 1) Penciptaan yang bertujuan, dengan maksud bahwa pendidikan merupakan bentuk ibadah dengan interaksi pada alam, manusia sebagai fokus dan keimanan sebagai tujuan. 2) Kesatuan yang menyeluruh, yaitu kesatuan perkembangan individu, masyarakat dan dunia serta kesatuan umat manusia sebagai karakteristik universalitas. Ditambah kesatuan pengetahuan yang mencakup berbagai disiplin ilmu dan seni. 3) Keseimbangan yang kokoh, yaitu keseimbangan antara teori dan penerapan, bagi individu dan masyarakat, serta antara fardhu ‘ain dan fardhu kifayah baik keagamaan maupun keduniaan (Aly dan Munzier, 2000 : 55-68).


Pendapat ini diperkuat oleh Zakiyah Darajat yang menyatakan bahwa pendidikan Islam banyak ditujukan pada perbaikan mental yang akan diwujudkan dalam amal perbuatan, baik sendiri maupun orang lain. Di sisi lain pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoretis saja, tetapi juga praktis. Dengan kata lain pendidikan Islam memadukan antara pendidikan iman dan pendidikan amal serta pendidikan individu dan masyarakat (Hasan, 1994 : 166).


Dengan melihat isinya, pendidikan Islam dapat dinyatakan sebagai pendidikan keimanan, ilmiah, amaliah, moral, dan sosial. Semua kriteria tersebut terhimpun dalam firman Allah SWT ketika mensifati kerugian manusia yang menyimpang dari pendidikan Islam baik individu maupun keseluruhan.


2. Sumber Daya Manusia Dalam Islam


Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam rangka menjadi khalifah dimuka bumi, hal ini banyak dicantumkan dalam al-Qur’an dengan maksud agar manusia dengan kekuatan yang dimilikinya mampu membangun dan memakmurkan bumi serta melestarikannya. Untuk mencapai derajat khalifah di buka bumi ini diperlukan proses yang panjang, dalam Islam upaya tersebut ditandai dengan pendidikan yang dimulai sejak buaian sampai ke liang lahat.


Di atas telah disinggung bahwa pendidikan Islam memadukan dua segi kepentingan manusia yaitu keduniaan dan keagamaan. Berbeda dengan pendidikan sekuler yang hanya meninjau pada satu aspek saja, yaitu keduniaan saja dan segala bentuk keberhasilan cenderung dinyatakan dengan jumlah materi yuang dimiliki atau jabatan serta pengaruh di tempat individu berada. Akibatnya telah dapat dilihat bahwa kehampaan yang terjadi pada masyarakat Eropah dan Amerika adalah kehampaan spiritual yang sebagai tempat pelariannya ke tempat-tempat hiburan, alcoholism dan bentuk lainnya. Dengan demikian kemajuan pada satu aspek saja dalam kehidupan ini menyebabkan ketimpangan dalam perjalanan hidup manusia yang kemudian akan kembali menjadi permasalahan kemanusiaan khususnya sumber daya manusia.


Menurut Hadawi Nawawi (1994) Sumber daya manusia (SDM) adalah daya yang bersumber dari manusia, yang berbentuk tenaga atau kekuatan (energi atau power). Sumber daya manusia mempunyai dua ciri, yaitu : (1) Ciri-ciri pribadi berupa pengetahuan, perasaan dan keterampilan (2) Ciri-ciri interpersonal yaitu hubungan antar manusia dengan lingkungannya. Sementara Emil Salim menyatakan bahwa yang dimaksud dengan SDM adalah kekuatan daya pikir atau daya cipta manusia yang tersimpan dan tidak dapat diketahui dengan pasti kapasitasnya. Beliau juga menambahkan bahwa SDM dapat diartikan sebagai nilai dari perilaku seseorang dalam mempertanggungjawabkan semua perbuatannya, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa. Dengan demikian kualitas SDM ditentukan oleh sikap mental manusia (Djaafar, 2001 : 2).


T. Zahara Djaafar (2001 : 1) menyatakan bahwa bila kualitas SDM tinggi, yaitu menguasai ilmu dan teknologi dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya dan merasa bahwa manusia mempunyai hubungan fungsional dengan sistem sosial, nampaknya pembangunan dapat terlaksana dengan baik seperti yang telah negara-negara maju, dalam pembangunan bangsa dan telah berorientasi ke masa depan. Tidak jarang di antara negara-negara maju yang telah berhasil meningkatkan kesejahteraan bangsanya adalah bangsa yang pada mulanya miskin namun memiliki SDM yang berkualitas.


Dalam Islam sosok manusia terdiri dua potensi yang harus dibangun, yaitu lahiriah sebagai tubuh itu sendiri dan ruhaniyah sebagai pengendali tubuh. Pembangunan manusia dalam Islam tentunya harus memperhatikan kedua potensi ini. Jika dilihat dari tujuan pembangunan manusia Indonesia yaitu menjadikan manusia seutuhnya, maka tujuan tersebut harus memperhatikan kedua potensi yang ada pada manusia. Namun upaya kearah penyeimbangan pembangunan kedua potensi tersebut selama 32 tahun masa orde baru hanya dalam bentuk konsep saja tanpa upaya aplikasi yang sebenarnya. Telah dimaklumi bahwa pendidikan Islam memandang tinggi masalah SDM ini khususnya yang berkaitan dengan akhlak (sikap, pribadi, etika dan moral).


Kualitas SDM menyangkut banyak aspek, yaitu aspek sikap mental, perilaku, aspek kemampuan, aspek intelegensi, aspek agama, aspek hukum, aspek kesehatan dan sebagainya (Djaafar, 2001 : 2). Kesemua aspek ini merupakan dua potensi yang masing-masing dimiliki oleh tiap individu, yaitu jasmaniah dan ruhaniah. Tidak dapat dipungkiri bahwa aspek jasmaniah selalu ditentukan oleh ruhaniah yang bertindak sebagai pendorong dari dalam diri manusia. Untuk mencapai SDM berkualitas, usaha yang paling utama sebenarnya adalah memperbaiki potensi dari dalam manusia itu sendiri, hal ini dapat diambil contoh seperti kepatuhan masyarakat terhadap hukum ditentukan oleh aspek ruhaniyah ini. Dalam hal ini pendidikan Islam memiliki peran utama untuk mewujudkannya.


Tantangan manusia pada millennium ke-3 ini akan terfokus pada berbagai aspek kompleks. Khusus dibidang pendidikan Aly dan Munzier (2001 : 227) menyebutkan bahwa tantangan pendidikan Islam terbagi atas 2, yaitu tantangan dari luar, yaitu berupa pertentangan dengan kebudayaan Barat abad ke-20 dan dari dalam Islam itu sendiri, berupa kejumudan produktivitas keislaman.


Abdul Rachman Shaleh (2000 : 203) menyatakan bahwa untuk menjawab tantangan dan menghadapi tuntutan pembangunan pada era globalisasi diisyaratkan dan diperlukan kesiapan dan lahirnya masyarakat modern Indonesia. Aspek yang spektakuler dalam masyarakat modern adalah penggantian teknik produksi dari cara tradisional ke cara modern yang ditampung dalam pengertian revolusi industri. Secara keliru sering dikira bahwa modernisasi hanyalah aspek industri dan teknologi saja. Padahal secara umum dapat dikatakan bahwa modernisasi masyarakat adalah penerapan pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktivitas dan semua aspek hidup masyarakat.


Dalam upaya pembangunan masyarakat, tidak ada suatu masyarakat yang bisa ditiru begitu saja, tanpa nilai atau bebas nilai. Hal ini telah terlihat dengan peniruan dan pengambilan pola kehidupan sosialis, materialistis yang ditiru masyarakat Indonesia. Untuk itu perlu pembangunan di bidang agama. A. R. Saleh (2000 : 205) menyatakan bahwa pembangunan di bidang agama diarahkan agar semakin tertata kehidupan beragama yang harmonis, semarak dan mendalam, serta ditujukan pada peningkatan kualitas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME, teciptanya kemantapan kerukunan beragama, bermasyarakat dan berkualitas dlam meningkatkan kesadaran dan peran serta akan tanggung jawab terhadap perkembangan akhlak serta untuk secara bersama-sama memperkukuh kesadaran spiritual, moral dan etik bangsa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, peningkatan pelayanan, sarana dan prasarana kehidupan beragama.


Masyarakat yang sedang membangun adalah masyarakat yang sedang berubah dan terkadang perubahan tersebut sangat mendasar dan mengejutkan. Masyarakat yang sedang dibangun berarti masyarakat terbuka, yang memberi peluang untuk masuknya modal, ilmu dan teknologi serta nilai dan moral asing yang terkadang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Untuk itu peran agama diharapkan dapat berfungsi sebagai pengarah dan pengamanan pembangunan nasional. Dalam masyarakat yang sedang berubah ini terdapat objek paling rawan yaitu generasi muda, untuk itu prioritas perhatian pada generasi muda ini perlu ditingkatkan demi keberhasilan pembangunan.


Peningkatan kualitas manusia hanya dapat dilakukan dengan perbaikan pendidikan. A. R. Saleh (2000 : 205) menyatakan ada beberapa ciri masyarakat atau manusia yang berkualitas, yaitu :


1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, serta berakhlak mulia dan berkepribadian


2. Berdisiplin, bekerja keras, tangguh dan bertanggung jawab


3. Mandiri, cerdas dan terampil


4. Sehat jasmani dan rohani


5. Cinta tanah air, tebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial


Generasi yang berkualitas yang akan disiapkan untuk menyongsong dan menjadi pelaku pembangunan pada era globalisasi dituntut untuk meningkatkan kualitas keberagamaannya (dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan agamayang tetap bertumpu pada iman dan aqidah). Dengan kata lain masyarakat maju Indonesia menuntut kemajuan kualitas hasil pendidikan Islam. A. R. Saleh menyatakan bahwa modernisasi bagi bangsa Indonesia adalah penerapan ilmu pengetahuan dalam aktivitas pendidikan Islam secara sistematis dan berlanjut. Tujuan pendidikan nasional termasuk tujuan pendidikan agama adalah mendidik anak untuk menjadi anak manusia berkualitas dalam ukuran dunia dan akhirat.


Untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang berkualitas, ditetapkan langkah-langkah dalam pembinaan pendidikan agama yaitu :


1. Meningkatkan dan menyelaraskan pembinaan perguruan agama dengan perguruan umum dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi sehingga perguruan agama berperan aktif bagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


2. Pendidikan agama pada perguruan umum dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi akan lebih dimantapkan agar peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME serta pendidikan agama berperan aktif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


3. Pendidikan tinggi agama serta lembaga yang menghasilkan tenaga ilmuan dan ahli dibidang agama akan lebih dikembangkan agar lebih berperan dalam pengembangan pikiran-pikiran ilmiah dalam rangka memahami dan menghayati serta mampu menterjemahkan ajaran-ajaran agama sesuai dan selaras dengan kehidupan masyarakat (A. R. Saleh, 2000 : 206).





Berdasarkan upaya diatas, maka dapat dilihat bahwa upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan agama pada 2 jalur, yaitu lembaga pendidikan umum dan keagamaan. Sejalan dengan upaya peningkatan SDM ini H. A. R. Tilaar (1999 : 200-204) dalam memandang tuntutan SDM yang kompetitif di abad 21 sesuai tantangan atau tuntutan masyarakat dalam era ilmu pengetahuan, menyatakan bahwa perlunya :


1. Reformulsi IAIN sebagai Institusi Pendidikan Tinggi Islam, hal ini dilihat dari relevansinya terhadap tuntutan ilmu pengetahuan dan pembangunan nasional masih bersifat sektoral dan visinya yang terbatas


2. Nilai Agama Sebagai Faktor Integratif, telah terlihat efek pemisahan agama dan sains-teknologi, nilai agama hendaknya dijadikan faktor integratif di dalam mengembangkan fakultas-fakultas ilmu murni bila transformasi IAIN menjadi Universitas Islam dapat diwujudkan.


3. Peninjauan Eksistensi Fakultas Tarbiyah dalam IAIN dan menyarankan agar ditransformasikan menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.


C. Penutup


1. Kesimpulan


a. Dalam menciptakan SDM yang bermutu sesuai tantangan globalisasi saat ini Pendidikan Islam memainkan peranan penting dalam pembinaan SDM khususnya kepribadian, sikap dan mental manusia berlandaskan agama selain potensi intelektualitasnya.


b. Pendidikan Islam pada dasarnya merupakan proses bimbingan yang dibangun atas prinsip-prinsip pokok, berupa penciptaan yang bertujuan, kesatuan yang menyeluruh dan keseimbangan yang kokoh. Pendidikan Islam memandang perlunya aspek dunia dan akhirat, ilmu dan amal atau teori dan praktek.


c. Pendidikan Islam berperan dalam memecahkan permasalahan SDM jika didukung perguruan tinggi Islam yang mampu menyahuti aspirasi tamatan institusi pendidikan Islam di tingkat bawah, selanjutnya mempersiapkan SDM untuk diterjunkan kembali pada masyarakat.


2. Saran


Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil, dalam makalah ini disarankan hal-hal berikut :


a. Pendidikan Islam sebaiknya memainkan peran sejak awal dan tingkat dasar dalam upaya peningkatan SDM, baik jasmaniah dan rohaniah.


b. Pendidikan tinggi Islam agar secepatnya melakukan terobosan baru demi menyikapi hal-hal yang berkembang cepat demi menghasilkan SDM yang berkualitas dalam aspek keduniaan dan keakhiratan.


D. Daftar Pustaka


Aly, H. N. dan Munzier, H. (2000). Watak Pendidikan Islam. Jakarta : Friska Agung Insani.


Azra, Azyumardi. (2001). Pendidikan Islam : Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta : Kalimah.


Hasan, Chalijah. (1994). Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan. Surabaya : Al Ikhlas.


Prasetya. (2000). Filsafat Pendidikan : Untuk IAIN, STAIN, PTAIS. Bandung : Pustaka Setia.


Shaleh, A. R. (2000). Pendidikan Agama dan Keagamaan : Visi, Misi dan Aksi. Jakarta : Gemawindu Pancaperkasa.


Tilaar, H. A. R. (1999). Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif Abad 21. Magelang : Tera Indonesia.


Djaafar, T. Z. (2001). Pendidikan Non Formal Dan Peningkatan Sumber Daya Manusia Dalam Pembangunan. Padang : Penerbit FIP UNP.


5 komentar:

YUSUF-ZULAIKHA & HUKUM NEWTON

Allah SWT berfirman dalam QS 12 : 26-27 قَالَ هِيَ رَاوَدَتْنِيْ عَنْ نَّفْسِيْ وَشَهِدَ شَاهِدٌ مِّنْ اَهْلِهَاۚ اِنْ كَانَ قَمِيْصُهٗ قُدّ...