Oleh: Pandapotan Harahap, M.Pd., M.P.Fis.
ABSTRAK
Cepatnya perkembangan telematika, menjadikan jurang pemisah dalam aksesibilitas informasi online khususnya bagi guru. Sebagai pendidik generasi bangsa, selayaknya guru memiliki aksesibilitas informasi yang tinggi demi mendukung profesinya. Peman-fatan warnet sebagai training center bagi guru dapat dijadikan solusi untuk mengatasi ketertinggalan yang ada. Retensi terhadap perkembangan wireless internet 3G harus diperhatikan dan juga inovasi bertahap perlu ditingkatkan.
Keyword: warnet, edukasi, 3G, wireless internet, aksesisbilitas, telematika
A. Pendahuluan
Perkembangan teknologi selular secara tidak langsung memaksa Telkom mengubah sebagian layanannya. Sebagian pelanggan telah menganggap keberadaan telepon rumah (PSTN) sebagai beban. Dapat dilihat mobilitas personal yang tinggi menjadikan ponsel-ponsel selular CDMA lebih diminati ketimbang harus menggunakan PSTN. Perlahan tapi pasti, pelanggan-pelanggan memutuskan telepon rumahnya dan beralih pada telepon selular.
Untuk mengatasi kecenderungan ini, dapat dicermati bahwa bahwa pelanggan mulai dipermudah untuk pemasangan Internet Speedy sebagai jalur internetnya, khususnya penguna tetap (dengan mobilitas rendah/kantor). Bahkan saat ini bagi pelanggan yang belum memiliki nomor PSTN juga dipermudah untuk memasang internet speedy.
Dari data infokom, sekitar 50 % pengguna internet menggunakan warnet untuk mengakses informasi. Dengan kata lain keberadaan internet masih dibutuhkan masyarakat. Beragam kebutuhan akan informasi online mulai dari mencari pekerjaan, tugas kuliah/sekolah sampai pengumuman. Sebagian lainnya mencari perangkat, bahan dan media pengajaran melalui warnet. Belakangan, dengan dipajangnya pengumuman sertifikasi di internet, memaksa para guru untuk mengenal internet baik langsung maupun tidak.
Dari sekian banyak manfaat aksesibilitas informasi di internet, sayangnya hanya segelintir tenaga kependidikan yang memanfaatkannya secara optimal. Saat ini hanya sekitar 5% jumlah guru negeri di perkotaan yang telah menggunakan komputer sebagai penunjang profesinya. Dapat dibayangkan sebagian besar dari mereka masih dapat dikatakan "gagap teknologi" termasuk akses internet.
Di sisi lain, perkembangan teknologi wireless yang telah mencapai 3,5 G mengubah paradigma akses internet di seluruh nusantara. Jika tersedia jaringan ponsel (GPRS sampai EVDO), maka akses internet pun dapat dipasang. Sayangnya sosialisasi untuk kemudahan akses ini belum sampai kepada para guru yang ingin me-ningkatkan kompetensinya. Kehadiran wireless internet merupakan harapan baru bagi kemudahan aksesibilitas ini.
Yang menjadi kendala, sebagian besar guru masih gagap teknologi, untuk meningkatkan kompetensinya (di bidang TI), guru-guru di kecamatan dan desa harus pergi ke kota yang mungkin jaraknya ratusan kilometer. Bahkan yang lebih menjadi ironi, jika menunggu panggilan dari pemerintah untuk ikut pelatihan, maka peluangnya akan menjadi sangat minim. Belum tentu dalam setahun seorang guru akan dipanggil untuk mengikuti workshop (pelatihan apapun).
Melihat perkembangan yang ada, maka muncul pertanyaan bagaimana upaya untuk mengoptimalkan Warnet untuk mengatasi ketertinggalan guru dalam telematika, serta upaya memperlambat tutupnya warnet yang ada?
B. Pembahasan
Solusi Memperlambat Tutupnya Warnet Kabel Dengan Warnet Edukasi
Saat ini warnet sudah menyentuh kabupaten bahkan kecamatan. Namun di sisi lain, kenyataan ini sebenarnya boleh dibilang kemajuan sementara demi memperkenalkan internet kepada masyarakat. Masuknya era 3G akan menggeser internet kabel yang mana warnet merupakan user terbesarnya. Dalam jangka yang tidak terlalu lama (3-5 tahun) ke depan, tutupnya warnet tak dapat dihindarkan kecuali diberikan perlakuan khusus.
Sebagian user internet telah memangaatkan sinyal 3G untuk akses internet, sehingga mereka dapat mengakses informasi meskipun berada di bawah pohon bahkan sambil bergerak. Bagi user yang sudah memiliki dasar-dasar penggunaan internet, maka kebutuhan internet wireless seakan menjadi kewajiban.
Selain masalah jarak, fasilitas di sekolah-sekolah menjadi permasalahan utama bagi kompetensi komputer para guru. Jika terdapat laboratorium komputer, sebagian besar masih butuh pemeliharaan yang juga memperlambat akses komputer para tenaga kependidikan. Di sisi lain, umur dan sikap guru terhadap telematika juga merupakan faktor penghambat untuk mengatasi kesenjangan ini.
Daya Beli Perangkat dan Investasi Guru Untuk Kompetensi
Sejak diberlakukannya program pemerintah untuk mensertifikasi semua guru di Indonesia, maka daya beli guru telah meningkat secara signifikan. Kemampuan untuk membeli laptop, buku dan media pendukung profesi guru bukanlah menjadi kendala, khususnya bagi guru yang telah menerima tunjangan sertifikasi. Kesadaran akan pentingnya komputer dan multimedia juga mulai meningkat, namun kompetensi untuk menggunakannya yang masih jauh dari optimal.
Jika daya beli guru telah meningkat yang ditandai dengan berbondongnya guru membeli laptop, maka yang menjadi “hambatan” bagi guru adalah kemauan “berinvestasi” untuk kompetensi penggunaan perangkat komputernya. Ini ditunjukkan dengan minimnya guru yang mau mengeluarkan uang untuk mengikuti les, workshop maupun seminar tentang profesional guru terkait teknologi informasi.
Warnet Menjembatani Aksesibilitas Informasi
Adanya warnet sampai di tingkat kecamatan sebenarnya menjadi anugrah bagi guru guna mempercepat ketertinggalan dalam akses informasi. Jika tiap sekolah menyelenggarakan kerjasama dengan warnet-warnet yang ada, maka ketimpangan ini dapat diatasi.
Meskipun belum tiap kecamatan dalam setiap kabupaten terdapat warnet, beberapa kecamatan bersinergi pada satu warnet juga merupakan salah satu solusi yang baik.
Pihak yang berwenang seyogyanya mengambil kebijakan untuk memberdayakan warnet yang ada demi kepentingan para guru. Sebagai langkah awal, para pengusaha kependidikan juga dapat melakukan kerjasama dengan pemilik warnet. Di sini keuntungan akan diperoleh kedua pihak, dimana warnet akan terus terisi dengan user yang homogen (guru dan tenaga kependidikan) dan pengusaha akan mendapatkan keuntungan financial dan branding. Pemberian sertifikat bagi peserta yang telah memiliki kompetensi merupakan hal yang wajar untuk diimplementasikan.
Warnet Sebagai IT Training Center
Di sisi lainnya, warnet yang telah terjadual untuk kepentingan pelatihan guru secara otomatis akan mengurangi frekuensi akses informasi yang "kurang baik". Banyaknya guru yang menggunakan jasa warnet, sedikit banyak akan mampu memonitor kondisi sosial tempatan.
Jika ini dapat terpenuhi, warnet-warnet sejatinya menjadi pusat pelatihan Teknologi Informasi, karena tiap warnet merupakan sekumpulan komputer yang terhubung dengan internet. Dengan kata lain, pelatihan-pelatihan komputasi dapat juga dilakukan seperti office, grafis, spreatsheet dan lainnya.
Demi mempermudah dan memperdalam kompetensinya, jasa warnet sebagai awal akses informasi hendaknya didukung pihak sekolah. Artinya, di sekolah selayaknya telah dipasang hotspot untuk kemudahan internet guru dan siswa. Ilmu yang diperoleh dari workshop di warnet akan terimplementasi di sekolah-sekolah tempat guru mengabdi.
Jika guru telah melek teknologi, maka secara otomatis kebutuhan akan perangkat akses internet kabel dan nirkabel akan meningkat. Jika ini telah terpenuhi, jurang pemisah kompetensi TI guru akan segera terpenuhi.
Rentang waktu dan persiapan inovasi lanjut
Meskipun upaya optimalisasi penggunaan warnet sebagai IT training center akan terpenuhi, namun rentang waktu retensinya harus diperhitungkan. Jika retensi ini bertahan sampai 5 tahun, perkembangan wireless internet akan segera menggesernya. Harus ada inovasi lanjut demi mempertahankan fungsi warnet yang ada, atau bahkan perlu bentuk lain sebagai inovasi lanjutan.
C. Penutup
Dari uraian di atas, dapat dituliskan beberapa simpulan dan saran berikut:
Simpulan
Warnet di pinggiran kota (kecamatan dan desa) dapat dijadikan IT training center bagi para guru yang tinggal di sekitar daerah tersebut. Dengan menjadikan warnet sebagai training center, maka guru-guru tidak harus menunggu panggilan diklat untuk meningkatkan kompetensi telematika-nya. Selain itu kemudahan ini mempermudah pengaturan waktu pelatihan yang selama ini menjadi kendala (dimana siswa akan tertinggal jika guru mengikuti diklat).
Warnet yang selama ini memiliki nuansa negatif akan terangkat derajatnya, selain itu para pengusaha warnet akan terbantu dari segi pelanggan. Namun pembenahan fasilitas instruksional akan menjadi prioritas untuk memenuhi standard tempat pelatihan.
Saran
Sudah saatnya sekolah-sekolah yang belum memiliki fasilitas laboratorium dan internet menjadikan warnet terdekat sebagai sarana untuk praktikum. Kerjasama pihak sekolah dan pengusaha warnet seyogianya diusung dalam rangka edukasi. Warnet-warnet seharusnya membenahi fasilitas demi kenyamanan pelanggan, khususnya bagi peserta pelatihan (para guru). Pengusaha warnet juga harus bersiap menghadapi perubahan yang ada.
Para guru seyogiyanya meng-upgrade diri di bidang telematika karena sarana aksesibilitas internet sebenarnya telah banyak tersedia. Ada baiknya tiap MGMP membentuk kerjasama dengan warnet, untuk tercapainya tujuan warnet edukasi.
DAFTAR BACAAN
Forsyth, Ian. (1998). Teaching and Learning Materials and the Internet. London: Kogan Page.
Harahap, Pandapotan. (2008). Warnet Edukasi: Alternatif Solusi Internet Bagi Para Guru. (online). Milis Guru-Tendik. http://dir.groups.yahoo.com/group/guru-tendik/message/2528?l=1.
Murphy, David, et. al. (2001). Online Learning and Teaching with Technology: Case Study, Experience, and Practice. London: Kogan Page.
Ravet, Serge & Layte, Maureen. (1997). Technology-Based Training. London: Kogan Page.
Wen, Sayling. (2006). Masa Depan Media. Batam: Bantam Publisher.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar